Minggu, 22 Oktober 2017

Selintas Pikir Tentang Hidup

Terkadang,
Kita begitu senang melihat kehidupan orang lain..

Membicarakan tentang seberapa sukses mereka,
Tentang begitu beruntung mereka,
Tentang hidup mereka yang sepertinya selalu bahagia..
Lalu membandingkannya dengan hidup kita,
Yang jauhhhh dari itu semua.

Pagi ini aku tertampar,
Betapa tidak bersyukurnya jikalau aku masih begitu,

Bukankah yang tahu segala sesuatu baik atau buruk nya itu Alloh?
Mengapa tidak kita terima dengan ikhlas dan jalani dengan bahagia takdir yang sudah Alloh pilih ini?

Orang lain terlahir dengan kecantikan, kekayaan, ketenaran, karena itu baik untuk mereka.

Mungkin saja jikalau mereka berkekurangan mereka tidak dapat melalui hidup mereka sama seperti kita yang sudah terbiasa hidup susah..

Paras cantik atau tampan pun hanyalah titipan selama di dunia bukan? Semua itu akan memudar menjadi tua dan tanah. Lalu apa yang kita khawatirkan?

Hidup kita yang biasa2 saja ini adalah yang terbaik untuk kita. Mungkin Alloh ingin kita banyak belajar dan lebih keras saat berusaha untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.

Tidak mengapa, itu akan membuat kita kuat. Bukan?

Ingatlah bahwa sebaik2 nya manusia adalah yang bertakwa. Bukan yang kaya, bukan yang cantik, bukan yang tampan, bukan yang pintar, bukan yang punya jabatan.

Lalu mengapa kita sibuk iri pada mereka?

Cantik dan tampan itu masalah genetis yang tidak bisa kita pilih. Kita terlahir seperti ini karena orangtua kita seperti ini.

Menjadi kaya bisa diusahakan, tapi jangan sampai melalaikan.

Aku terus terang lelah mengejar itu semua.

Kupikir mengapa tidak mengejar seauatu yang sudah pasti saja?

Keimanan dan ketakwaan.

Bersyukur itu penting.
Karena syukur menghasilkan bahagia.

Kita bukan  butuh piknik untuk bahagia, tapi kita hanya butuh bersyukur.

.................................................
Bekasi, 23 Oktober 2017

Jumat, 20 Oktober 2017

Bukan Wanita "kebanyakan"

Bismillah..
Ya Rabb..
Izinkan diriku berkeluh kesah..
Tentang rasa marah..
Tentang rasa gundah..
Tentang rasa tak adil..
Diriku wanita,
Bukankah itu sudah takdir ku?
Bukankah aku tak bisa memilih untuk itu?
Aku menerimanya dengan ikhlas,
Menjalani hidupku dengan penuh syukur,
Tapi omongan mereka membuatku terusik..
Aku wanita..
Tapi mengapa tak feminim seperti banyak para wanita lain..
Bukan tak bisa, hanya perkara tak suka..
Sebutkan keterampilan wanita yang tak ku kuasai..
Bukannya aku sombong Yaa Rab..
Tapi aku bisa melakukan semuanya..
Memasak..
Menjahit..
Merapihkan rumah..
Mendidik anak..
Berdandan..
Bukankah itu semua sudah fitrah..
Walaupun tidak sejelas mereka wanita di luar sana,
tapi aku bisa..
Lalu salahnya dimana?
Menjadi wanita bukan berarti membatasi diri..
Menjadi wanita bukan berarti lemah..
Bukankah begitu?
Bunda Khadijah.. ibunda seluruh umat.. isteri baginda Rasululloh adalah seorang Wanita..
Tapi ia adalah seorang pedagang yang sukses..
Aisyah Radiallahu anhu.. adalah isteri rasululloh yang sangat cerdas dan kritis.. ia juga seorang wanita..
Nusaib binti Ka'ab juga seorang wanita, tapi hal itu tidak membuatnya berhenti menghunuskan pedang saat perang Uhud..
Khaulah binti Zhaur juga seorang wanita, langsing cantik jelita.. tapi ia adalah kstaria berkuda hitam yang pandai melempar tombak..
Lalu apa salahnya jika diriku yang seorang wanita ini hobi berkelana..
Apa salahnya jika aku yang wanita ini suka berjalan jauh ke tempat tinggi..
Toh walaupun semua itu aku tidak melupakan fitrahku sebagai wanita..
Ya Rabb..
Ijinkan aku marah pada mereka yang menilai tanpa tendensi..
Yang menghakimi tanpa toleransi..

Jumat, 22 September 2017

Rindu tak bertuan

Dalam hal yang selalu ku semogakan,
Seringkali ku sebut namamu sembari bersujud berharap,
Karena jika bukan pada-Nya ku mengadu,
Lalu pada siapa?

Sekepal rindu masih dalam genggaman,
Seuntai harap masih seterang asa,
Walau takdir ternyata mengingkari,
Siapa aku boleh merutuki Nasib?

Dalam doa, ku pinta kebahagianmu kekal.
Walau dalam bahagiamu itu tak ada aku,
Sekeras itu kah keinginanku?
Setegas itukah perasaanku?
Ya, mungkin memang begitu.

Dalam rebah sajadah merah,
Air mata ini menjadi saksi penghambaan,
Betapa aku pinta dengan tulus bukan untuk menghilangkan rasa,
Tapi untuk menemukan kamu yang lain.
Entah kini dimana.


Senin, 28 Agustus 2017

Gadis yang merantau

Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (QS. ALmulk : 15)

_____________________________

Merantau.

Terkadang tidak sedikit orang menilaiku egois. Seorang wanita, pergi jauh dari rumahnya. Bepergian kemana saja dia mau. Melangkahkan kakinya kemana saja ia suka. Apakah ia tidak merindukan ayah dan ibunya? Apakah ia tidak merindukan adik2nya?

Ah, terkadang ku jawab dalam hati.

Pertanyaan bodoh macam apa itu!

Anak gadis mana yang tak rindu pelukan hangat ayahnya. Anak gadis mana yang tak rindu belaian sayang ibunya. Anak gadis mana yang tak rindu penjagaan adik laki2nya?

Tapi terkadang kita lupa, bahwa anak gadis juga punya impian. Punya tujuan hidup. Anak gadis juga perlu belajar. Belajar tentang hidup. Belajar tentang rindu.

Ia tahu, tentang bagaimana kodratnya sebagai seorang wanita. Yang nanti kelak akan benar2 keluar dari rumah. Menjadi tanggung jawab pria asing yang entah siapa nanti. Saat itulah wanita tersebut akan meninggalkan keluarganya. Hidup Jauh dari orangtuanya. Kepatuhannya tidak lagi kepada ayah dan ibunya, tapi kepada lelaki asing yang berakad menjaga dan menjadi imamnya.

Wanita itu perlu belajar. Bagaimana rasanya jauh. Bagaimana rasanya rindu. Bagaimana rasanya cinta itu menuntut untuk bertemu.

Terlepas dari itu, ada ilmu-ilmu hidup yang tak didapat hanya dengan berdiam di rumah.
Ada kepedulian yang tumbuh yang tidak akan didapatkan dengan berdiam di rumah.

Ada empati yang tidak akan dipelajari dengan berdiam di rumah.

Ada tekad dan keberanian yang perlu ditumbuhkan dengan keluar dari rumah.

Merantau.
Bukan sekedar tentang keluar dari rumah. Tapi tentang menjelajahi bumi Alloh, demi secuil ilmu hidup. Demi secuil pelajaran. Demi secuil belajar tentang rindu. Tentang ketegaran. Tentang bertahan hidup.

Tangerang, 28 Agustus 2017.

#ErnaMenulis
#MenulisUntukMenyembuhkan

Selasa, 15 Agustus 2017

Kurikulum VS Pendidikan Berbasis Fitrah

Bismillah,

Sesuai janji saya di postingan sebelumnya, Kali ini saya akan membagikan sedikit informasi yang saya dapat dengan menguping materi dari Ustadz Ferous saat mengikuti Parenthood Education Series.

Materi yang disampaikan adalah mengenai kurikulum dan pendidikan berbasi fitrah.

Sebagai seorang yang lulus dari Fakultas keguruan dan ilmu pendidikan, mendengar kata kurikulum tidak asing bagi saya. Berbicara tentang kurikulum berarti berbicara tentang sistem pendidikan. Karena setiap kurikulum pasti berhubungan langsung dengan tujuan sistem pendidikannya.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003, pengertian kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (wikipedia).

Yang saya garis bawahi disini adalah 'tujuan penddikan nasional'. Jika kurikulum itu dirancang untuk memenuhi tujuan nasional tersebut yang dalam bahasa lain hal tersebut merupakan 'penyeragaman tujuan pendidikan' maka kita pantas untuk melihat apa tujuan nasional tersebut?

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.(wikipedia)

Pertanyaannya saat ini adalah, apakah kurikulum tersebut dalam pelaksanaannya sudah tepat dengan tujuan tersebut?

Setiap anak adalah unik. setiap anak memiliki potensi, bakat, dan keahlian yang berbeda. Ada anak yang jago matematika tapi tidak pandai berbahasa. Ada anak yang luar biasa kemampuan seninya tapi sulit untuk menghitung angka. Mengutip tujuan nasional tadi yakni mengembangkan "potensi" peserta didik, timbul pertanyaan pertama, apakah kurikulum yang digunakan saat ini sudah melakukan itu?

Berbicara tentang potensi anak berarti berbicara tentang fitrah. mendengar kata fitrah mengingatkan saya akan sebuah hadits yang berbunyi:

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.”

Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa setiap anak memiliki fitrah yang ia bawa sejak lahir, lalu kedua orangtuanya lah yang mengarahkan mereka menjadikan seperti yang mereka inginkan. Walaupun hadits ini berbicara tentang fitrah keimanan tapi hal ini dapat juga dijadikan referensi bahwa setiap anak memiliki pembawaan masing-masing dan lingkungan lah yang mempengaruhi tumbuh kembang Fitrah tersebut

Lalu timbullah pertanyaan kedua, Apakah Kurikulum dapat mempengaruhi perkembangan fitrah anak

Mari kita mencoba menjawab pertanyaan tersebut bersama-sama.

Ustad Ferous mengatakan bahwa Kurikulum seharusnya berjalan beriringan dengan pendidikan fitrah anak. Kurikulum tidak boleh mengintervensi fitrah sehingga mengganggu pertumbuhannya. Dapatkah kurikulum mengganggu pertumbuhan fitrah anak? Tentu saja bisa.

Contohnya, Tumbuh kembang anak diantaranya terdapat perkembangan motorik, perkembangan kognitif, dan perkembangan komunikasi. Jika kurikulum mengabaikan hal ini maka kurikulum tersebut telah mendistorsi pertumbuhan fitrah.

Setiap anak usia PAUD atau TK sedang berkembang motorik kasar dan motorik halusnya. dalam tahap ini anak harus banyak melakukan aktifitas untuk merangsang pertumbuhan motorik tersebut. Tetapi kurikulum tidak memfasilitasi hal ini. Di PAUD dan TK kegiatan fisik (bermain) mulai minim, digantikan dengan kegiatan mengenalkan huruf (membaca) dan mengenal angka (berhitung). hal ini membuat perkembangan motoriknya terhambat. Hal ini lah yang disebut kurikulum mendistorsi Fitrah anak.

Berangkat dari contoh tadi,  dapat kita simpulkan bahwa Kurikulum menganggap yang tidak berkaitan dengan kognitif bukanlah termasuk dalam pendidikan. Maka hal-hal yang berkaitan dengan fitrah anak pun diabaikan. Padahal setiap kemampuan kognitif harus diimbangi dengan tumbuh kembang fitrah anak.

Perlu menjadi perhatian kita bahwa pendidikan sejatinya tidaklah hanya di sekolah. Melainkan di rumah pun harus ada pendidikan pula. Saat di sekolah ananda belajar akademik yakni kurikulum yang berstruktur. Sedangkan saat di rumah ananda belajar kurikulum yang tidak terstruktur. Apa itu? Akhlak misalnya. Nilai-nilai kesopanan, adab, yang tentunya orangtua adalah pengajarnya. Dengan melaksanakan hal ini besar harapan akan ada keseimbangan antara kurikulum dan pendidikan fitrah anak.

nduk'NHA

Sabtu, 12 Agustus 2017

Facebook-Medsos = Portofolio Hidup?

Bismillah,

Kemaren saya mengikuti Parenthood Education Series. Di Sekolah tempat saya mengajar kegiatan ini wajib diikuti untuk semua orangtua murid. Pemateri pada hari itu adalah Ustad Ferous. Ustad Ferous membahas tentang Kurikulum dengan Fitrah anak yang harus bejalan beriringan (nanti Di bahas di Next Blog Yah).

Yang menarik sekali dari materi kemarin adalah tentang Portofolio anak. Dimana di masa depan nanti ijazah menjadi tidak penting karena dunia kerja akan lebih mementingkan pengalaman dan akan menerima seseorang yang sudah jelas kemampuannya melalui portofolio yang ia punya.

Portofolio anak ini berisi tentang apa saja yang sudah ia pelajari di rumah maupun di sekolah. Apa yang menjadi keunggulannya. Apa yang menjeadi kelemahannya. Di bidang apakah dia berbakat, prestasi apa saja yang telah ia dapatkan.

Tapi kali ini saya tidak membahas portofolio anak. Saya membahas portofolio hidup. Pagi ini saya melihat seseorang di Facebook yang statusnya penuh manfaat mengingatkan saya pada Portofolio. Bukankah Profil Facebook kita juga merupakan Portofolio kita yang bebas bisa dilihat siapa saja? Bagaimana dengan medsos yang lain? Bukankah semua itu juga portofolia hidup kita?

Apa yang kita lakukan setiap hari, apa yang kita rasakan, apa yang kita pikirkan? Tempat mana saja yang sudah kita kunjungi? Buku apa yang sudah kita baca?  Pengalaman apa yang telah kita dapatkan?

Saya jadi berpikir, jika status orang tersebut baik dan bermanfaat tentunya hidupnya dapat dikatakan baik. Bagaimana dengan yang hobinya ngoceh, ngedumel, galau, dan marah2 di Facebook?

Atau mungkin di Instagram. Kita pasti bisa menilai orang yang gemar memposting tempat2 indah di berbagai penjuru dunia berarti suka traveling. Atau mungkin orang yang gemar membaca buku akan sering memposting foto halaman dari buku yang ia baca. Atau ada juga orang yang menggunakan media sosial juga untuk mencari nafkah bahkan menggibahi orang.

Terlepas dari semua itu, seseorang bisa dinilai secara sekilas dari apa yang dia posting di media sosial. Dari portofolio hidupnya yang bebas dibaca siapa saja. Orang yang pendiam di dunia nyata bisa saja terlihat asyik dan ramai di media sosial. Begitupun sebaliknya.

Portofolio hidup kita itu, dibagikan luas ke khalayak. Atau bahasa kerennya Netizen. Bebas dilihat siapa saja. Bebas dinilai siapa saja. Itu resikonya. Orang yang menggunakan media sosial harus rela dinilai oleh orang banyak, di komentari oleh mereka yang tidak anda kenal, di puji oleh siapa saja, atau bahkan dihujat oleh khalayak ramai. Dalam artian, portofolio kita di media sosial akan dihakimi oleh semua orang yang melihatnya.

Terlepas dari itu semua ada satu pertanyaan di hati kecil saya. Sadarkah mereka portofolio hidup mereka di media sosial itu juga akan di hisab? Akan dipertanggungkawabkan?

Apa yang kita tulis, apa yang kita baca, apa yang kita bagikan ke orang lain. Akan dimintai pertanggung jawabannya. Esensi waktu yang dilalui. Fasilitas yang digunakan. Apakah untuk hal yang bermanfaat. Apakah untuk hal yang baik. Atau malah sebaliknya untuk menebar berita bohong, atau menyebar kebencian

Ingatkah kita?

Sebelum kita:
√ memberikan comment,
√ memposting sebuah gambar atau meng-upload sebuah video,
√ men-share sebuah artikel atau men-copy paste,

maka perlu dicamkan bahwa:

√ setiap yang kita tulis,
√ gambar yang kita posting,
√ video yang kita upload,
semua akan dihisab oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Semuanya tanpa terkecuali.

Huruf-hurufnya akan dihisab oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.

مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

_"Dan apapun yang meluncur dari lisan manusia (apapun yang anda katakan dan diqiaskan apapun yang anda tuliskan di sosmed tersebut) akan dicatat oleh malaikat Raqib dan Atid."_

(QS Qāf: 18)

⇛ Semuanya akan dicatat dan akan dihisab oleh Allah.

Allah akan tanya semua artikel yang kita tulis, artikel yang kita copy paste, yang kita share, yang kita berikan pada pihak lain. Kalau kita comment, comment kita akan dihisab oleh Allah

Dan semuanya akan tercatat rapi dibuku para malaikat

Bukankah Allāh berfirman dalam surat Al Infithār ayat 12:

يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ
_"Para malaikat-malaikat itu tahu apa yang kamu ucapkan."_

√ Tahu apa yang kita posting.
√ Tahu apa yang kita upload.
√ Tahu apa yang kita sampaikan kepada orang lain.

Walaupun mungkin tidak pakai nama kita, tapi malaikat tahu kita pakai nama samaran. Lalu kita serang orang, kita jelek-jelekan, kita buat rusuh, para malaikat tahu.

Maka camkan baik-baik, pikirkan matang-matang Makanya Imām Nawawi mengatakan

"Jangan comment  kecuali kita tahu ini bermanfaat bagi kita."

Kalau kita ragu, diam!

Nabi mengatakan:

مَنْ صَمَتَ نَجَا
"Barang siapa yang diam, dia akan selamat"

(HR Tirmidzi nomor 2425 versi maktabatu Al Ma'arif nomor 2501)

Apalagi ini zaman fitnah. Semakin banyak comment semakin banyak hisab kita pada hari kiamat.

Semakin banyak kita aktif, apalagi tidak ada manfaatnya sama sekali, akan semakin banyak pertanyaan-pertanyaan Allāh kepada kita

Ada yang punya Facebook, semakin banyak follower tanggung jawab kita semakin besar dihadapkan Allāh. Semua dihisab

Ada orang punya follower di Twitter misalnya 500 ribu  orang atau 2 juta orang, begitu dia menyampaikan yang salah dan itu diimani/diyakini atau diterima oleh 2 juta, semuanya akan menyalahkan dia pada hari kiamat kelak.

Semua akan dihisab oleh Alloh

Saya menulis ini bukan karena saya sudah bermanfaat. Bukan. Tapi hanya sebagai pengingat diri sendiri dan alhamdulillah jika mengingatkan kamu yang membaca juga.

Wallohualam bissowab.

*hadits didapat dari kajian tematik "adab bermedsos lupa kapannya.. Hehehe



Kamis, 03 Agustus 2017

Daun

بســـم اللّٰه
     ╔════┈•◈◎🌿◎◈•┈════╗
                        

             وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا

   _dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya_
       
          (QS Al An'am : 59)                       
     ╚════┈•◈◎🌿◎◈•┈════╝


Allah pasti tahu meski tidak ada yang memperhatikanmu...

Jika gugurnya sehelai daun di tengah belantara hutan Allaah mengetahuinya, padahal pohon dan daunnya tidak disuruh beribadah (bukan mukallaf) dan tidak pula dihisab, padahal jumlah daun terlalu banyak, maka bagaimana lagi dengan kondisimu, lirikan matamu, gerakan hatimu, sedihnya hatimu, tetesan air matamu, lantunan tilawah quranmu...?!

         •┈┈┈••✦❖✿❖✦••┈┈┈•

                    ☘☘☘


Selasa, 25 Juli 2017

Yacouba Sawadago, Penghijau Gurun Pasir





Bismillah,

Berawal dari postingan di grup Sekolah. Penasaran. Buka Youtube. Terkesima. Lalu terjadilah tulisan ini.

Orang-orang menyebutnya "The Man Who Stopped The Dessert" yang artinya Pria yang menghentikan penggurunan. Sebutan ini jugalah yang menjadi judul film dokumenter yang saya tonton. Film tersebut kurang lebih berdurasi 55 menit. Film yang sangat menarik.

Namanya Yacouba Sawadago. Beliau adalah seorang petani muslim dari Burkani Faso sebuah negara di Afrika Barat yang terkurung daratan. Daerah ini secara berkala menderita kekeringan. Kekeringan terbesar terjadi pada tahun 1970-an yang menyebabkan kelaparan dan menewaskan banyak orang. Kekeringan ini berdampak pada penggurunan yang meluas.

Mengenal beliau mengajarkan kita bahwa perubahan, tidak butuh suara. Cukup kesabaran dan aksi yang kita lakukan. Selama ini banyak kita temukan orang-orang yang berkoar-koar ingin melakukan perubahan, namun tidak banyak yang benar-benar melakukannya. Kisah beliau yang gigih dan konsisten melakukan hal yang ia yakini akhirnya berbuah hasil. Gurun yang gersang berubah hijau berkat ketekunan dan keuletannya mengolah tanah selama kurang lebih tiga puluh tahun lamanya.

Beliau menggunakan teknik pertanian kuno masyarakat Afrika yang disebut Zai. Teknik ini dilakukan dengan menggali lubang-lubang di tanah, memberi pupuk kepada lubang-lubang tersebut, lalu memindahkan rayap, semut dan hewan tanah lainnya kesitu dengan tujuan hewan tersebut akan membuat terowongan dalam tanah yang nantinya akan menjadi jalan masuknya air.

Bertahun-tahun lamanya Yacouba melakukan ini. Berbekal sekop dan pacul ia menjelajahi gurun Sahara. Konsisten mengolah tanah tandus dan menyebar bibit. Orang-orang mengatakannya gila. Mengatakan bahwa apa yang dilakukan beliau hanyalah sia-sia belaka. Sampai tahun-tahun berlalu bibit yang Beliau sebar tumbuh, gurun mulai menghijau, hewan mulai berdatangan, dan tanah subur kembali.

Ketekunan dan keyakinan Yacouba berusaha untuk menghijaukan gurun pasir mengingatkan saya pada salah satu firman Alloh yang berbunyi:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ..... ۗ

"...Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri..."

Saat itu, diketahui semua saudara, tetangga, dan kerabat Yacouba yang tinggal di kampungnya memilih untuk hijrah karena keadaan lahan pada saat itu sudah tidak lagi menjanjikan. Ternak mati, tanah gersang, air pun susah. Tapi Yacouba memilih untuk tidak menyalahkan alam. melainkan ia berusaha untuk memperbaiki, berusaha melestarikan, berusaha untuk mengubah keadaan. dan akhirnya dengan ijin Alloh, beliau berhasil bukan?

Apakah Yacouba secara instan mendapatkan perubahan tersebut? No. Yang ia dapatkan adalah cacian, hinaan, dikatakan gila, tapi pada akhirnya keyakinan dan ketekunannya membuahkan hasil. belajar dari beliau membuat saya sadar dalam kehidupan ini seringkali kita dihadapkan pada keadaan dan situasi yang datang bukanlah sesuai dengan yang kita harapkan. 

Sebenarnya hukum alam itu sesungguhnya sederhana saja. Barang siapa mencelupkan jarinya ke air mendidih, mendapatkan jarinya lepuh. Pasukan yang lebih gigih berperang, lebih gagah bertempur – tanpa takut akan kegagalan – akan meraih kemenangan. Orang yang lebih tekun bekerja, lebih giat berusaha, tanpa pernah mudah menyerah dalam berusaha – akan memperoleh penghasilan dan kesuksesan.

Sayangnya, banyak orang yang mengingkari hukum ini. Hanya karena mempercayai bahwa “langit itu adil” dan merasa percaya pada sang langit, kemudian kebanyakan orang hanya berharap emas jatuh ke pangkuan begitu saja. Padahal tiada imbalan yang dapat diraih tanpa usaha. Keyakinan dan ketekunan tak pernah jauh dari imbalan itu sendiri. Sebuah keyakinan memberi makna pada usaha yang kita terima. Maka imbalan pun pasti akan memenuhi jiwa kita.

Keyakinan akan memperkaya batin kita. Sedangkan ketekunan akan mendekatkan pada keberhasilan usaha.
Bukankah kita sering mendengar pepatah arab yang mengatakan bahwa Man Jadda Wa Jada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil.

Selain itu, menengok keadaan alam tersebut dan bagaimana usaha Yacouba berusaha memperbaiki dan melestarikan lingkungannya mengingatkan saya pada hakikat manusia sesungguhnya. Mengapa dan untuk apa manusia diciptakan? Ya, benar. Sebagai khalifah di bumi.

Manusia sebagai khalifah harus bertindak bijak dalam hubungannya dengan alam. Hubungan manusia dengan alam pada dasarnya didasarkan pada dua prinsip yaitu: pertama, kewajiban menggali dan mengelola alam dan segala kekayaannya dan kedua manusia sebagai pengelola alam tidak diperkenankan merusak lingkungan karena kerusakan lingkungan pada akhirnya akan merusak kehidupan umat manusia itu sendiri. 

Kekeringan yang melanda kampung halaman Yacouba, tidak serta merta terjadi begitu saja. Selain karena memang keadaan alam terdapat juga faktor lainnya seperti penggembalaan berlebihan, pengelolaan lahan yang buruk, dan kelebihan populasi.

Hal ini mengingatkan saya bahwa Alloh berfirman dalam surat Hud ayat 61 yang artinya: "Dia (ALLAH) telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan memerintahkan kalian memakmurkannya (mengurusnya)". Juga pada surat Al-A'raf ayat 56 yang artinya : "Janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi setelah ALLAH memperbaikinya".

Adakalanya manusia serakah mengeksploitasi alam dengan berlebihan karena kebutuhan. Mereka seringkali lupa menjaga keseimbangan. Alam diciptakan Allah memang untuk dimanfaatkan, tapi bukankah Allah juga menyuruh kita menjaga dan melestarikannya? Hal ini lah yang sering kita lupakan.

Melalui Yacouba saya belajar bahwa apa yang kita lakukan pada alam akan bertimbal balik pada kita juga. Sebelumnya alam diperlakukan tidak ramah maka ia menjadi tandus, kering dan gersang. Sebaliknya Yacouba mencoba berdamai dengan alam. Tekun menggarap bertahun-tahun hingga alam pun kembali seperti sediakala. Subur, Hijau, dan asri.

nduk'NHA

Sabtu, 21 Januari 2017

Daun yang jatuh tak pernah menangis

Mencoba ikhlas seperti dedaunan yang jatuh ini tidak mudah. Adakalanya rasa sakit itu datang, penyesalan, airmata, tidak rela, menyelimuti hati dengan kesedihan.


Tapi bukankah memang seperti itu sunnatulloh nya? Wajar. Jika kamu sakit, kamu sedih, kamu tidak rela. Tapi jikalau itu berlarut-larut hal itu akan terus menerus menggerogoti hatimu. Hingga kau terus menerus terpuruk pada sedih tak berujung.


Kau tau, apa yang ada di dunia ini hanyalah bersifat sementara. Apa saja itu. Semuanya. Hanya titipan. Harta, Tahta, Jodoh, Pertemuan, semuanya titipan.


Dimana semua itu diberikan kepadamu sebagai titipan. Properti, dalam episode kehidupan. Semua itu bukan milikmu. Dia-lah yang berhak menetapkan segalanya.

Kapan Ia beri kau harta yang melimpah. Kapan Ia mengambilnya.

Kapan Ia pertemukan kau dengan jodohmu, kapan Ia memisahkan.

Semua itu hak-Nya. Ketentuannya.

Jika harta yang baru saja dititipkan hilang, Mungkin Alloh rasa kau belum pantas untuk mendapatkan lebih banyak. Atau mungkin saja Alloh menilai kau belum butuh dan ada orang lain yang lebih butuh darimu.

Jika Alloh mempertemukan kamu dengan seseorang, lalu Ia memisahkan kalian. Mungkin saja dengan terus bersama itu akan menjadi kemudharatan untukmu, mungkin saja akan lebih baik jika kalian berpisah.

Jika Alloh menunda jodohmu, mungkin saja Alloh ingin dirimu fokus memperbaiki diri. Mengejar mimpi2mu yang belum tercapai. Bepergian ke tempat yang ingin kau kunjungi.

Dia Sang Maha Berhak. Yang Maha Tau. Yang Maha Bijaksana. Yang Maha Segalanya.

Tidak pernah salah dalam mengambil keputusan. Jadi percayalah padanya. Berprasangka baiklah padaNya.

Syukuri apa yang datang. Relakan apa yang pergi. Ambil hikmah dan pelajarannya. Ikhlaslah menjalani segala ketetapan-Nya.

Setialah menanti ketetapan terbaik yang disiapkan Alloh untukmu. Rejeki yang Alloh akan berikan saat kau siap menerimanya.

Stay Positive, keep Husnud-Dzon.

___________________________________

Bekasi, 22 Januari 2017.
#ErnaTalk
#MenulisUntukMenyembuhkan
#MenulisUntukMembahagiakan
#MenulisUntukMencerahkan


 

Erna Cahaya Template by Ipietoon Cute Blog Design