Rabu, 16 September 2015

Jingga, i'm in love....

Bismillah...

Apa kabar?
Semoga masih senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan oleh Sang Maha. Serta selalu diberi keistiqamahan untuk selalu mengunjungi blog ini walaupun jarang diupdate (apaan sih ini, hehehe)

Well, alhamdulillah, genap sudah 4bulan saya hijrah meninggalkan kota Jayapura tercinta. Episode tentang tarik ulur memesan tiket, nangis bombay berantem sama mama, ngumpet di kamar seharian, sampai saat tiba di Curug menghadapi home sick, bingung mau ngapain, semua sudah dilewati...

Well, cerita di balik hijrahku yang mendadak itu nanti akan kuceritakan di episode yang berbeda. Kali ini aku akan bercerita tentang jatuh bangunku (lebay deh....) move on dari Jayapura dan menyempurnakan momentum hijrahku ... :)

Menjelang puasa ramadhan kemarin, kegalauan dan kegundahan datang. Bukan karena apa-apa. Tapi karena aku mulai bosan di rumah. Kepindahanku yang mendadak itu mewajibkanku mengumpulkan teman baru, mencari komunitas baru, pekerjaan baru, dan bahkan rekening baru. {Oke masalah rekening kita bahas di episode HIJRAH}

Memanfaatkan momentum hijrahku, aku mencoba mencari "saudara" yang akan membantu memperlancar proses hijrahku ini. Secara tak sengaja, ada seorang followers, kami saling meretweet. Aku selalu kepo pada orang2 yang mau menjadi folowersku. Bukan apa, hanya sekedar mengecek profile yang memberikan sedikit gambaran latar belakang orang tersebut. Lewat beliaulah aku akhirnya mengetahui tentang sebuah sekolah alam bernama Jingga. Kebetulan saat itu aku memang sedang mencari kesibukan. Jadilah aku mulai searching soal Jingga itu.

Sekolah alam, bukan isu baru. Aku pernah menonton liputannya beberapa kali di TV. Pernah membaca beberapa kali di berbagai blog. Sekolah alam adalah sebuah konsep sekolah yang mendasarkan sumber, pengalaman, alat, bahan, dan tempat belajarnya dari alam.

Tapi sekolah alam yang ini berbeda, entah mengapa melihat anak-anak kecil tersenyum sumringah di berbagai foto dokumentasi di blog tersebut membuatku jatuh cinta. Mengapa mereka sebahagia itu di Jingga? Mengapa belajar kelihatannya sangat menyenangkan disana?

Kegiatan sekolah mereka tentunya sangat berbeda dengan sekolah lainnya. Walaupun pasti ada beberapa kesamaan dengan sekolah alam lainnya. Tempat belajar mereka yang hanya beratap rumbia, anak2 kecil lucu berlarian menggunakan sepatu bot bermain dengan tanah tanpa seragam sekolah. Tetapi lebih daripada itu, yang membuat saya klepek2 jatuh cinta adalah saat akhirnya tau apa makna JINGGA sesungguhnya.

Jingga, bermakna Jamaah inginkan surga. Jamaah yang bersama bahu membahu belajar untuk menjadi pribadi yang baik, santun, dan saling memotivasi agar menjadi semakin lebih baik dan lebih bak lagi.

Saat itu jugalah saya langsung mengontak beliau menanyakan, apakah masih ada lowongan untuk bergabung di Jingga? Dan alhamdulillah.... masih ada!

Saat itu, jujur.. saya tidak berniat bekerja, tidak. Saat itu yang ada dalam pikiran saya adalah saya ingin belajar. Karena motto saya manusia itu harus selalu bermanfaat bagi orang lain. Belajar saya adalah untuk mengajarkan kembali. Dan mengajar saya adalah untuk belajar saya juga.

Sempat sedih saat konfirmasi tes dan waktu wawancara ternyata tidak bisa saya penuhi. Saat itu dalam hati saya katakan, jika Alloh memutuskan Jingga dalam takdir saya, maka Akan ada jalannya. Dan Alhamdulillah, esoknya saya dipanggil lagi dengan rescheddule waktu tes dan wawancara.

Saya ingat benar, saya sampai mencari kontak teman saya di Bekasi @anggiwidhi demi tak nyasar saat sampai disana. Alhamdulillah, di twitter juga banyak yang memberi tahu arah dan jalan. Jingga berada dekat kantor kelurahan. Dengan nekat menggunakan ojek saya sampai disana.

Pertama kali melihat saung2 cokelat, pohon gersen (kalau di Bekasi mereka menyebutnya pohon ceri), dinding aula yang penuh dengan koran, seorang ibu berjilbab rapi (yang belakangan saya tahu itu adalah bunda Febi, yang sekarang sudah saya anggap sepihak sebagai ibu saya di Bekasi :D), saat itu pulalah azzam di dada semakin menggebu. Ini adalah Rumah. Ini adalah tempat saya. Bismillah, ya Rabb, mudahkan.. berilah petunjuk. Saat itu doa dalam hati saya. Karena saya tahu, Alloh pernah berfirman dalam kitabNya, yang saya lupa surat dan ayat berapa, Mungkin saja kau anggap sesuatu itu baik untukmu tapi ternyata buruk bagimu, Alloh lebih mengetahui mana yang baik untukmu. Kurang lebih begitu.

Alhamdulillah, tes pertama saya lakukan. Saya ingat sekali, saat itu saya diminta menggambar pohon berkayu selain pohon kelapa. Lalu saya diminta menggambar seorang wanita dan memberikan kelebihan dan kekurangannya. Dalam hati saya, ini namanya tes psikologi melalui gambar. Hehe, sok tau saya.

Setelah itu saya dipanggil ke sebuah ruangan, rupanya itu adalah ruangan kantor untuk kepala sekolah dan pejabat (ce ileh.... hehe) sekolah. Di sana saya bertemu dengan beberapa orang. Beberapa menit setelah bincang2 ada seorang bapak muda (iya pak, masih muda kok pak :D) yang masuk ke dalam ruangan. Ternyata beliau adalah ketua yayasan. Beliau hanya menanyakan satu pertanyaan kepada saya, tapi untuk menjawabnya saya harus bersusahpayah menahan airmata walaupun akhirnya saya sukses nangis bombay di depan semuanya. Saya ingat saat itu beliau menanyakan, mengapa anda ingin mengajar di Jingga. Jawaban saya sangat singkat, karena saya merasa Jingga adalah rumah saya.

Setelah tes dan wawancara itu apakah saya langsung diterima? Tidak semudah itu. Sekali lagi ujian datang. Saat itu saya sebenarnya terlanjur menerima tawaran mengajar di sebuah smp negeri di kelap dua Tangerang. Karena terus terang, saya bosan di rumah dan tidak memiliki kegiatan apa-apa. Kondisi tersebut sebenarnya menjadi halangan saya karena Jingga meminta saya dan para calon fasilitator lainnya untuk full di sana.

Sekali lagi saya berkata dalam hati, yaa Rabb, mudahkan jalanku, berikan solusinya jika memang Kau meridhoi Jingga ada dalam cerita hidupku (bahasanya kagak kuat.... hehe)...

Saya sampai nangis bombay lagi, apapun jalannya saya pengen di Jingga... apapunnnn..... kalau benar Jinnga baik untuk hamba, berikanlah jalan... jika tidak, pisahkanlah kami sampai di sini. (Hikssss)

Saya shalat istikharah. Mohon petunjuk. Jawaban tak jua datang. Sampai hari saat akhirnya saya diminta bertemu Rifky sama bunda Feby. Siapa Rifky? Rifky lah jawaban saya. Rifky adalah anak cerdas yang memiliki sebuah keistimewaan. Dia berbeda dengan anak lain. Saat bertemu dengannya terbayang lah sudah apa saja yang akan kami lakukan berdua. Setelah bertemu Rifky, bunda Feby mengajak saya berbicara.

Kondisi saya tidak memungkinkan untuk mengajar di kelas seperti guru lainnya. Kondisi saya yang khusus ini cocok dengan kondisi Rifky yang khusus juga. Bu Feby menawarkan saya untuk menjadi fasilitator HE. Home Education (Home schooling) untuk Rifky dan seorang anak lagi yang belakangan saya tau namanya Irhas.

Alhamdulillah, qodar Alloh. Bismillah saya terima....

Mengajar di Jingga bagiku adalah awal aku menemukan rumah, awal aku menemukan kelurga, awal aku belajar untuk mengajar dan awal aku mengajar untuk belajar. Saya merasa di Jingga bukan hanya murid2 yang belajar, tapi saya juga belajar. Bukan hanya Rifky dan Irhas yang teraphy tetapi Jingga juga theraphy untuk saya. Beberapa bulan telah berlalu, saya selalu berdoa semoga Alloh memanjangkan jodoh saya bersama Jingga lebih lama. Semoga Alloh senantiasa memberikan kesehatan agar saya selalu kuat menempuh perjalanan 4jam Curug-Bekasi tiap minggunya. Jingga is my home, Jingga is my teacher, Jingga i'm in Love....

Terimakasih Alloh, sudah mempertemukan dan menjodohkanku dengan Jingga.... :)

Sabtu, 05 September 2015

Tangis Subuh

AdzanMu sudah terdengar memanggil-manggil di sudut surau...

Aku masih terduduk kosong di atas sajadah, menangisi entah apa, menengadahkan tangan, berharap walau entah apa yang diharapkan.

Subuh ini menjadi saksi kepasrahanku, subuh ini menjadi saksi kepayahanku, subuh ini menjadi saksi kelelahanku..

Sungguh, hanya kepadaMu aku berkeluh kesah, hanya diriMu satu-satunya tempat bersandar, hanya diriMu satu-satunya tempat aku bersimpuh memohon pertolongan..

Rabb, kabulkanlah setiap permohonan....

Kamis, 09 Juli 2015

Different… Not Less!

Bismillah,

Setelah sekian lama tenggelam dalam kesibukan dunia yang tak berujung akhirnya saya bisa menulis lagi. Well, sebenarnya tangan ini udah gak sabar pengen ngebelai-belai si Axioo yang udah lama gak dipake buat ngetik. Tapi Qodar Alloh, si Axioo drop kondisi badannya sejak sampai di Curug. Setiap kepanasan ia akan mati sendiri dan gak akan bisa nyala lagi sebelum tubuhnya dingin. Hiks, emang kayaknya udah waktunya pensiun itu si Axioo.

Well, sekian lah basa-basinya. Baca judul di atas pasti bertanya-tanya.

Different, not less .

Berbeda, tidak berkekurangan.


Kalimat ini saya temui pada film Temple Grandin dan  kalimat ini sukses menancap dalam pikiran saya setelah menonton sebuah film biografi milik Temple  Grandin. Temple Grandin adalah seorang Autism. Dalam filmnya diceritakan tentang perjalalanan hidupnya yang sangat inspiratif. Temple Grandin lahir di Boston, Massachusetts pada 29 Agustus 1947. Sebelum didiagnosis mengidap autis pada 1950, awalnya Grandin didiagnosis mengidap kerusakan otak ketika berusia dua tahun.  Ia tidak dapat berbicara sampai umurnya menginjak 4tahun. Saat inilah akhirnya ia didiagnosa terkena autisme.

Film ini menjabarkan tentang bagaimana cara berpikir Temple Granden yang seorang Autism. Ia melihat hal-hal disekitarnya dengan cara yang berbeda. Orang-orang disekitarnya tidak dapat mengerti apa yang ia pikirkan. Sebagai pendidik yang menarik bagi saya adalah bagaimana orang-orang terdekat Temple berperan banyak dalam pendidikannya.

Autism adalah istilah yang merujuk pada sekumpulan gangguan perkembangan yang mempengaruhi otak. Gangguan pada otak ini mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, dan merespon dunia luar dengan baik.

Seperti dalam film, para Autism sering disalahpahami, dan dianggap sibuk dengan dunianya sendiri. Mereka gemar melakukan hal-hal yang absurd secara berulang-ulang, dan sering mengalami serangan kecemasan.

Seperti yang di alami Temple yang digambarkan dalam film, Ia sering memperhatikan hal-hal yang tidak banyak dipedulikan orang dan membayangkan hal kompleks hanya dengan memperhatikan sesuatu yang sederhana. Contohnya saja saat ia mengulangi berkali-kali membuka dan menutup pintu gerbang. Ternyata saat itu ia menghitung kecepatan laju gerak pagar, dan bagaimana caranya agar pagar tersebut bisa terbuka tanpa perlu ada yang repot-repot mendorongnya. Dari hal yang sederhana itu ia dapat menciptakan alat baru yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain membuatnya.
Yang perlu kita lakukan saat menghadapi mereka di saat seperti ini adalah mengikuti dan membiarkan mereka mengekspresikan apa yang mereka pikirkan seperti yang dilakukan bibi dan ibu Temple.

Menghadapi seorang Autism haruslah penuh kesabaran. Dalam film ini diperlihatkan bagaimana Ibu Temple yang sangat sabar terus menerus mendampingi dan memotivasi Temple dan tidak membedakannya seakan-akan ia bukan seorang Autism. Ternyata hal ini berpengaruh baik padanya. Walaupun dengan segala perbedaan yang ia punya, Temple dapat berinteraksi dengan orang lain, dan dapat berkomunikasi dengan baik. Berbeda dengan situasi Temple, kebanyakan orangtua para Autism terlalu memanjakan anak-anaknya. Hal ini menyebabkan mereka lebih rentan.

Selain keluarga, guru pun memegang peranan penting dalam pendidikan seorang anak Autism. Seperti halnya Temple. Beruntungnya ia memiliki guru yang sangat memahami pola pikirnya, Dr. Carlock. Di sekolahnya Temple dianggap bodoh karena tidak dapat menghitung aljabar dan tidak bisa mempelajari bahasa. Dr. Carlock inilah yang membantu membuat semua teman-teman gurunya paham bahwa Temple tidak bodoh, ia hanya berpikir dengan cara yang berbeda. Temple yang memiliki pola pikir secara Visual tentu saja tidak dapat memahami hal-hal yang sulit digambarkan seperti bahasa dan matematika. Untuk itulah pentingnya guru sebagai fasilitator mendampingi, memahami, dan membantu kebutuhan mereka yang berbeda dari anak-anak lainnya. 

Pada akhirnya, kombinasi pendidikan yang baik antara orangtua dan guru diperlukan untuk mencapai keberhasilan anak Autism. Karena sesungguhnya seperti apapun kondisi mereka, mereka memiliki hak untuk mendapat pendidikan.


يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ............
Artinya :”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan.”(QS.Al-Mujadalah:11)
 
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ -
خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ -
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ -
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ -
عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ -

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(Al-Alaq

Sekali lagi mereka hanya berbeda, bukan memiliki kekurangan. 


nduk'NHA

Senin, 02 Maret 2015

DRAMA

Butuh sedikit waktu untuk pulih saat melihat foto-foto itu ditayangkan ceria di hadapanku.
Gemerlap baju pengantin, megahnya resepsi, sucinya akad dengan menggunakan bahasa surga,
Kau, ada di sana, dengan senyum terbaik,
Aku berkedip, lalu melihat sekali lagi..
Ini bukan mimpi...

Entah lah... aku kagum, iri, sedih, cemburu di saat bersamaan....
Hati ini tahu kalau luka yang dulu pernah ada sedang pedih karena tersiram cuka,
tapi mata ini tidak menitikkan airmata sama sekali...
Mungkin kau bertanya, mengapa?
Mungkin karena aku sudah memepersiapkan hal ini sejak kita bertemu...

Cermin, adalah musuh sekaligus teman terbaik untuk mengevaluasi diri.
Drama adalah kata yang aku gambarkan untuk cerita ini.
Cerita yang akhirnya selesai dengan ujung bahagia untukmu, dan kepastian untukku.

aku hanya bersyukur bahwa hari ini akhirnya aku bisa dengan tenang menutup buku dan benar2 memulai sesuatu yang baru, buku baru, lembaran baru, kisah yang baru semoga dengan tokoh yang lebih baik darimu.

Tidak ada sumpah serapah, tidak ada tangis tragis, hanya ada sebuah lubang besar di sana di tempat yang pernah kau sentuh. Lubang itu mungkin tidak akan pernah tertutup, akan tetap kosong seumur hidup. Tapi lambat laun semoga waktu bisa mengisinya dengan harapan melalui doa-doa yang tak pernah putus dari bibirku.

Ini akhir dari sebuah drama, semoga drama terakhir yang pernah aku mainkan.
Semoga bahagia untukmu.

Kamis, 01 Januari 2015

#2015

Langit penuh warna - warni,
Kamuflase,
Melenyapkan pandangan dari lautan hitam di balik kembang api,
Milyaran uang dibuang sebagai simbol dari "Tahun baru"
Mereka berteriak harapan tanpa tahu apa itu,


nduk'NHA
 

Erna Cahaya Template by Ipietoon Cute Blog Design