Selasa, 25 Juli 2017

Yacouba Sawadago, Penghijau Gurun Pasir





Bismillah,

Berawal dari postingan di grup Sekolah. Penasaran. Buka Youtube. Terkesima. Lalu terjadilah tulisan ini.

Orang-orang menyebutnya "The Man Who Stopped The Dessert" yang artinya Pria yang menghentikan penggurunan. Sebutan ini jugalah yang menjadi judul film dokumenter yang saya tonton. Film tersebut kurang lebih berdurasi 55 menit. Film yang sangat menarik.

Namanya Yacouba Sawadago. Beliau adalah seorang petani muslim dari Burkani Faso sebuah negara di Afrika Barat yang terkurung daratan. Daerah ini secara berkala menderita kekeringan. Kekeringan terbesar terjadi pada tahun 1970-an yang menyebabkan kelaparan dan menewaskan banyak orang. Kekeringan ini berdampak pada penggurunan yang meluas.

Mengenal beliau mengajarkan kita bahwa perubahan, tidak butuh suara. Cukup kesabaran dan aksi yang kita lakukan. Selama ini banyak kita temukan orang-orang yang berkoar-koar ingin melakukan perubahan, namun tidak banyak yang benar-benar melakukannya. Kisah beliau yang gigih dan konsisten melakukan hal yang ia yakini akhirnya berbuah hasil. Gurun yang gersang berubah hijau berkat ketekunan dan keuletannya mengolah tanah selama kurang lebih tiga puluh tahun lamanya.

Beliau menggunakan teknik pertanian kuno masyarakat Afrika yang disebut Zai. Teknik ini dilakukan dengan menggali lubang-lubang di tanah, memberi pupuk kepada lubang-lubang tersebut, lalu memindahkan rayap, semut dan hewan tanah lainnya kesitu dengan tujuan hewan tersebut akan membuat terowongan dalam tanah yang nantinya akan menjadi jalan masuknya air.

Bertahun-tahun lamanya Yacouba melakukan ini. Berbekal sekop dan pacul ia menjelajahi gurun Sahara. Konsisten mengolah tanah tandus dan menyebar bibit. Orang-orang mengatakannya gila. Mengatakan bahwa apa yang dilakukan beliau hanyalah sia-sia belaka. Sampai tahun-tahun berlalu bibit yang Beliau sebar tumbuh, gurun mulai menghijau, hewan mulai berdatangan, dan tanah subur kembali.

Ketekunan dan keyakinan Yacouba berusaha untuk menghijaukan gurun pasir mengingatkan saya pada salah satu firman Alloh yang berbunyi:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ..... ۗ

"...Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri..."

Saat itu, diketahui semua saudara, tetangga, dan kerabat Yacouba yang tinggal di kampungnya memilih untuk hijrah karena keadaan lahan pada saat itu sudah tidak lagi menjanjikan. Ternak mati, tanah gersang, air pun susah. Tapi Yacouba memilih untuk tidak menyalahkan alam. melainkan ia berusaha untuk memperbaiki, berusaha melestarikan, berusaha untuk mengubah keadaan. dan akhirnya dengan ijin Alloh, beliau berhasil bukan?

Apakah Yacouba secara instan mendapatkan perubahan tersebut? No. Yang ia dapatkan adalah cacian, hinaan, dikatakan gila, tapi pada akhirnya keyakinan dan ketekunannya membuahkan hasil. belajar dari beliau membuat saya sadar dalam kehidupan ini seringkali kita dihadapkan pada keadaan dan situasi yang datang bukanlah sesuai dengan yang kita harapkan. 

Sebenarnya hukum alam itu sesungguhnya sederhana saja. Barang siapa mencelupkan jarinya ke air mendidih, mendapatkan jarinya lepuh. Pasukan yang lebih gigih berperang, lebih gagah bertempur – tanpa takut akan kegagalan – akan meraih kemenangan. Orang yang lebih tekun bekerja, lebih giat berusaha, tanpa pernah mudah menyerah dalam berusaha – akan memperoleh penghasilan dan kesuksesan.

Sayangnya, banyak orang yang mengingkari hukum ini. Hanya karena mempercayai bahwa “langit itu adil” dan merasa percaya pada sang langit, kemudian kebanyakan orang hanya berharap emas jatuh ke pangkuan begitu saja. Padahal tiada imbalan yang dapat diraih tanpa usaha. Keyakinan dan ketekunan tak pernah jauh dari imbalan itu sendiri. Sebuah keyakinan memberi makna pada usaha yang kita terima. Maka imbalan pun pasti akan memenuhi jiwa kita.

Keyakinan akan memperkaya batin kita. Sedangkan ketekunan akan mendekatkan pada keberhasilan usaha.
Bukankah kita sering mendengar pepatah arab yang mengatakan bahwa Man Jadda Wa Jada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil.

Selain itu, menengok keadaan alam tersebut dan bagaimana usaha Yacouba berusaha memperbaiki dan melestarikan lingkungannya mengingatkan saya pada hakikat manusia sesungguhnya. Mengapa dan untuk apa manusia diciptakan? Ya, benar. Sebagai khalifah di bumi.

Manusia sebagai khalifah harus bertindak bijak dalam hubungannya dengan alam. Hubungan manusia dengan alam pada dasarnya didasarkan pada dua prinsip yaitu: pertama, kewajiban menggali dan mengelola alam dan segala kekayaannya dan kedua manusia sebagai pengelola alam tidak diperkenankan merusak lingkungan karena kerusakan lingkungan pada akhirnya akan merusak kehidupan umat manusia itu sendiri. 

Kekeringan yang melanda kampung halaman Yacouba, tidak serta merta terjadi begitu saja. Selain karena memang keadaan alam terdapat juga faktor lainnya seperti penggembalaan berlebihan, pengelolaan lahan yang buruk, dan kelebihan populasi.

Hal ini mengingatkan saya bahwa Alloh berfirman dalam surat Hud ayat 61 yang artinya: "Dia (ALLAH) telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan memerintahkan kalian memakmurkannya (mengurusnya)". Juga pada surat Al-A'raf ayat 56 yang artinya : "Janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi setelah ALLAH memperbaikinya".

Adakalanya manusia serakah mengeksploitasi alam dengan berlebihan karena kebutuhan. Mereka seringkali lupa menjaga keseimbangan. Alam diciptakan Allah memang untuk dimanfaatkan, tapi bukankah Allah juga menyuruh kita menjaga dan melestarikannya? Hal ini lah yang sering kita lupakan.

Melalui Yacouba saya belajar bahwa apa yang kita lakukan pada alam akan bertimbal balik pada kita juga. Sebelumnya alam diperlakukan tidak ramah maka ia menjadi tandus, kering dan gersang. Sebaliknya Yacouba mencoba berdamai dengan alam. Tekun menggarap bertahun-tahun hingga alam pun kembali seperti sediakala. Subur, Hijau, dan asri.

nduk'NHA
 

Erna Cahaya Template by Ipietoon Cute Blog Design