BISMILLAH..
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Allah
berfirman: “Wahai Adam!” maka ia menjawab: “Labbaik wa sa’daik” kemudian
Allah berfirman: “Keluarkanlah dari keturunanmu ahli neraka!” maka Adam
bertanya: “Ya Rabb, apakah ahli neraka itu?” Allah berfirman: “Dari
setiap 1000 orang, 999 di neraka dan hanya 1 orang yang masuk surga.”
Maka ketika itu para sahabat yang mendengar bergemuruh membicarakan hal
tersebut. Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah di antara kami
yang menjadi satu orang tersebut?” Maka beliau bersabda: “Bergembiralah,
karena kalian berada di d…alam dua umat, tidaklah umat tersebut berbaur
dengan umat yang lain melainkan akan memperbanyaknya, yaitu Ya’juj dan
Ma’juj. Pada lafaz yang lain: “Dan tidaklah posisi kalian di antara
manusia melainkan seperti rambut putih di kulit sapi yang hitam, atau
seperti rambut hitam di kulit sapi yang putih.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sebenarnya,
bukan jaminan bahwa orang yg mengucapkan kalimat syahadat bisa masuk
surga. Begitu juga bukan jaminan orang yang ‘mengaku’ Ahlus Sunnah atau
Salafi bisa masuk surga. Karena sesungguhnya, masuk surganya seseorang
itu tidak lain adalah karena Karunia dan Rahmat Allah semata, bukan
karena amalan2 baiknya. Bisa jadi seseorang yg ‘mengaku’ Ahlus Sunnah
atau Salafi dan byk beramal kebaikan tapi dimasukkan ke neraka oleh
Allah, jika Allah menghendakinya, dan Allah tidak menerima amalan2nya
serta tidak mengampuni dosa2nya. Sedangkan orang yang banyak dosa2 dan
kemaksiatan atau kebid’ahan (selama yg dilakukannya bukan perbuatan
syirik yg mengeluarkan dia dari agama) maka bisa saja Allah masukkan ke
surga, jika Dia menghendaki, Dia mengampuni seluruh dosa2nya dan
menerima amalan2nya. Bukankah para Salaf atau sahabat Nabi sudah dijamin
surga oleh Allah, bahkan mereka diatas manhaj yg haq ini, lantas kenapa
mereka semua tidak mengetahui dimana tempatnya di akhirat kelak, di
surga atau di neraka? bahkan mereka selalu ketakutan sepanjang hidupnya
jika tempatnya kelak adalah di neraka. Wallahu a’lam.
Hal itu sebagaimana ditegaskan Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“…Sekirannya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu
sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari
perbuatan-perbuatan yang keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi
Allah membersihkan apa yang dikehendaki-Nya…” (QS. An Nur : 21).
“…dan mereka berkata : Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki
kami kepada (jannah) ini, dan kami sekali-kali tidak akan mendapat
petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk..” (QS. Al A’raaf :
43). (Lihat kitab Aqidatu As Salaf Ashabul Hadits, oleh Syaikhul Islam
Abu Isma’il ‘Abdurrahman bin Isma’il Ash Shabuni, dalam Bab “Engkau Tak
Akan Dimasukkan Ke Dalam Jannah Hanya Karena Amal Perbuatanmu”, Edisi
Terjemahan).
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tidak
ada satu jiwapun dari kalian melainkan telah diketahui tempatnya, baik
di surga atau di neraka.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, lalu untuk
apa kita beramal? Mengapa kita tidak pasrah saja?” Beliau menjawab,
“Tidak, tapi beramallah! Karena setiap orang telah dimudahkan kepada apa
yang telah ditakdirkan untuknya.” (HR: Bukhari, (VII/212) dan Muslim,
(VIII/47, no. 2647).
Hadits ini adalah sebagai dalil dari apa yang telah disebutkan tadi.
Ia menunjukkan bahwa manusia itu diberi pilihan , yaitu berdasarkan
sabdanya: “Beramallah!” Serta menunjukkan bahwa dalam pilihannya
tersebut ia tidak keluar dari ketentuan Allah, berdasarkan sabdanya:
“Karena setiap orang telah dimudahkan kepada apa yang ditakdirkan
untuknya.” (Lihat kitab Al Iman bil Qadha’ wal Qadar, oleh Muhammad bin
Ibrahim al Hamd).
Mereka (Ahlu Sunah wal Jama’ah) meyakini bahwa Surga tidak wajib
untuk seseorang meskipun amalnya baik, kecuali jika Allah meliputinya
dengan karunia-Nya lalu ia memasukinya dengan rahmat-Nya. (Lihat Surat
An Nur : 21 diatas).
Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tidak ada seorangpun
yang dimasukkan ke dalam surga oleh amalnya.” Ditanyakan, “Tidak juga
engkau, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Tidak juga aku, kecuali
Rabb-ku meliputiku dengan rahmat-Nya.” (HR: Muslim no. 2816 (72), Shahih
al Bukhari no. 5673 dan takhrij Syaikh al Albani dalam ash Shahiihah
no. 2602).
Ahlu Sunah tidak memastikan adzab bagi setiap orang yang memperoleh
ancaman –selain perkara yang menyebabkan kufur-. Karena mungkin Allah
akan mengampuninya dengan sebab ketaatan-ketaatan yang dilakukannya,
dengan taubat atau musibah-musiba…h dan penyakit-penyakit yang bisa
menghapuskan dosa-dosa. Allah Ta’ala berfirman: “Katakanlah, ‘Hai
hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53).
Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ketika seseorang berjalan
di suatu jalan, ia menjumpai ranting berduri di atas jalanan lalu ia
menyingkirkannya, maka Allah memujinya lalu mengampuninya.” (HR:
Bukhari).
(Lihat kitab Al Wajiz fii ‘Aqidatis Salafish Shalih Ahlis Sunnah wal Jama’ah, oleh Abdullah bin ‘Abdil Hamid al Atsari).
Dalam kitab ‘Aqidah Ath Thahawiyah Syarah wa Ta’liq, oleh Muhammad
Nashiruddin Al Albani, di point ke 59 disebutkan: “Kita berharap kepada
Allah mengampuni dosa orang-orang mukmin yang berbuat baik dan
memasukkan mereka ke dalam surga dengan rahmat-Nya. Kita tidak
beranggapan bahwa mereka aman dari siksa Allah, dan kita juga tidak bisa
memastikan bahwa mereka pasti masuk surga. Kita memohonkan ampun bagi
orang-orang Islam yang melakukan dosa dan kita juga mengkhawatirkan diri
mereka akan tertimpa adzab. Namun kita tidak berputus asa untuk meminta
ampunan Allah untuk mereka.” Syarah: Salah seorang pemberi syarah kitab
ini, Ibnu Mani’ berkata, “Ketahuilah, yang menjadi ketetapan Ahlu
Sunnah wal Jama’ah adalah bahwa mereka tidak bisa memastikan seorang pun
diantara kaum muslimin masuk surga atau masuk neraka, kecuali
orang-orang yang telah mendapat jaminan dari Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasallam.Akan tetapi Ahlu Sunnah wal Jama’ah berharap agar
orang-orang yang melakukan kebaikan (mendapatkan surga) dan orang-orang
yang melakukan kejelekan (tidak masuk neraka). Dengan adanya ketetapan
diatas, kita tahu, tatkala ada seorang alim, pemimpin, raja, atau yang
lainnya berkata tentang seseorang, “Dia diampuni atau dia penghuni
surga.” Lalu dipahami oleh kebanyakan orang dia diampuni oleh Allah,
tidak diragukan lagi itu adalah berkata atas nama Allah tanpa dasar
ilmu. Mengatakan sesuatu atas nama Allah tanpa dasar ilmu serupa dengan
tindak kesyirikan.
Point 60 : “Rasa aman dari Ancaman Allah dan
berputus asa dari ampunan-Nya adalah dua perbuatan yang dapat
mengeluarkan seseorang dari Islam. Sikap yang benar adalah tengah-tengah
diantara kedua sikap tersebut.”
Point 68 : “Para pelaku dosa besar
(dari kalangan umat Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam) berada dalam
neraka, namun mereka tidak kekal di dalamnya. Bila mereka meninggal
dalam keadaan bertauhid, sementara mereka tidak bertaubat dari perbuatan
dosa-dosa besar hingga matinya, namun mereka dalam keadaan beriman,
maka nasib mereka berada dalam kehendak dan kebijaksanaan Allah; jika
Allah menghendaki, dengan kebijaksanaan-Nya Dia akan mengampuni dan
memaafkan dosa mereka sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: ‘Dan Dia
akan mengampuni dosa selain dosa syirik bagi siapa yang dikehendakinya.’
Bila Allah menghendaki, Dia akan mengadzab mereka di neraka sesuai
keadilan-Nya. Kemudian Allah akan mengeluarkan mereka dari neraka karena
sifat kasih-Nya dank arena adanya syafaat dari orang-orang yang taat,
selanjutnnya memasukkan mereka kedalam surga. Hal itu karena Allah
Ta’ala mencintai orang-orang yang mengenal-Nya. Dia tidak akan
memperlakukan mereka di dunia dan di akhirat sebagaimana memperlakukan
orang-orang yang tidak mengenal-Nya. Yaitu orang-orang yang tidak mau
mengikuti petunjuk-Nya dan tidak mengharap kecintaan-Nya. Wahai Allah,
Pemelihara dan Pemilik Islam, teguhkan kami dalam memeluk agama Islam
sehingga kami bisa berjumpa dengan Engkau.”
Point 70 : “Kita tidak
boleh memastikan seseorang dari mereka masuk surga atau masuk neraka.
Kita juga tidak boleh menetapkan seseorang itu kafir, musyrik atau
munafik sebelum kita melihat adanya bukti yang jelas. Kita memasrahkan
masalah isi hati mereka kepada Allah Ta’ala.”
(Lihat Kitab ‘Aqidah Ath Thahawiyah Syarah wa Ta’liq, oleh Muhammad Nashiruddin Al Albani).
Sumber:
http://gizanherbal.wordpress.com/2011/06/02/perbandingan-penghuni-neraka-dengan-penghuni-surga-adalah-1000-1/
nduk'NHA