Kamis, 06 Desember 2012

True LOVE

Suatu hari nanti, kalian semua akan jatuh cinta tanpa dibuat-buat.
Tanpa perasaan posesif kekanak-kanakan atau rasa ingin pamer kasih sayang yang berlebihan.
Akan kalian temui seseorang yang membuat kalian jatuh hati tanpa alasan.
Yang membuat kalian tidak takut pada jutaan omong kosong soal sakitnya patah hati.
Yang membuat kalian sudi menjadi diri kalian sendiri.
Tidak dengan ucapan manis atau perilaku yang berpura-pura.
Kalian akan jatuh cinta dengan seadanya, tapi juga dengan segalanya.

Kalian akan jatuh cinta dan berani mempertanggungjawabkannya.
Bukan dengan pujian palsu atau rasa kagum sesaat.
Tapi dengan tatap mata dan rasa saling percaya.
Suatu waktu nanti akan ada seseorang yang datang
Dan membuat kalian jatuh cinta tanpa alasan,
Yang akan kalian jadikan prioritas,
Bukan sekedar kalian banggakan di media sosial tapi kalian bohongi di kehidupan nyata.
Suatu hari nanti, kalian akan bertemu seseorang
Yang akan mendengarkan cerita kalian di sisa hidupnya.
Yang akan membuat kalian paham benar apa itu arti kata sayang.
Yang membuat kalian tidak sabar untuk menghabiskan hari tua bersama, berdua, tanpa ragu..
Tanpa sempat terpikir untuk berpindah ke lain hati.

Original source: Butterfly Reborn
Image source: Tumblr
via: @chynatiq

nduk'NHA

Rabu, 05 Desember 2012

Just Sharing... (Saudariku, inilah kemuliaanmu...)


Oleh
Ustadz Abdullâh bin Taslîm al-Buthoni


Allah Azza wa Jalla telah menetapkan syariat Islam yang lengkap dan sempurna, serta terjamin keadilan dan kebenarannya. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا ۚ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (al-Qur’ân) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui [al-An’âm/6:115]

Artinya, al-Qur’ân adalah firman Allah Azza wa Jalla yang benar dalam berita yang terkandung di dalamnya, serta adil dalam perintah dan larangannya. Maka, tidak ada yang lebih benar dari pada berita yang terkandung dalam kitab yang mulia ini dan tidak ada yang lebih adil dari pada perintah dan larangannya.[1]

Di antara bentuk keadilan syariat Islam ini adalah dengan tidak membedakan antara satu bangsa/suku dengan bangsa/suku lainnya. Demikian pula satu jenis (laki-laki atau perempuan) dengan jenis lainnya kecuali dengan iman dan takwa kepada Allah Azza wa Jalla .

Allah Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. [al-Hujurât/49:13]

Dalam ayat lain Allah Azza wa Jalla berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. [an-Nahl/16:97]

Juga dalam firman-Nya:

فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ ۖ بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ

Maka Allah memperkenankan permohonan mereka (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah dari sebagian yang lain” [Ali ‘Imrân/3:195]

Apresiasi Islam Terhadap Kaum Perempuan
Sungguh agama Islam sangat menghargai dan memuliakan kaum perempuan dengan menetapkan hukum-hukum syariat yang khusus bagi mereka, serta menjelaskan hak dan kewajiban mereka dalam Islam. Semua itu bertujuan untuk menjaga dan melindungi kehormatan dan kemuliaan mereka.[2]

Syaikh Shâlih al-Fauzân hafidzahullâh berkata: “Wanita Muslimah memiliki kedudukan yang agung dalam Islam, sehingga banyak tugas mulia yang disandarkan kepadanya. Oleh karena itu, Nabi n selalu menyampaikan nasehat-nasehat yang khusus bagi kaum wanita[3] , seperti khutbah yang beliau sampaikan di Arafah (ketika haji wada’).[4] Ini semua menunjukkan wajibnya memberikan perhatian kepada kaum wanita di setiap waktu….[5]

Di antara bentuk penghargaan Islam terhadap kaum perempuan adalah dengan menyamakan mereka dengan kaum laki-laki dalam mayoritas hukum-hukum syariat, dalam kewajiban bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla , menyempurnakan keimanan, dalam pahala dan siksaan, serta keumuman anjuran dan larangan dalam Islam.[6]

Adapun perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam beberapa hukum syariat, ini justru menunjukkan kesempurnaan Islam. Karena, agama ini benar-benar mempertimbangkan perbedaan kondisi laki-laki dan perempuan, untuk menetapkan hukum-hukum yang sangat sesuai dengan keadaan dan kondisi keduanya.

Inilah bukti bahwa syariat Islam benar-benar ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla, Dzat yang Maha Adil dan Bijaksana, yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan bagi hamba-hamba-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman:

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

Bukankah Allah yang menciptakan (alam semesta beserta isinya) maha mengetahui (segala sesuatu)? Dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui [al-Mulk/67:14]

Ini semua menunjukkan bahwa agama Islam benar-benar ingin memuliakan kaum perempuan, karena Islam menetapkan hukum-hukum yang benar-benar sesuai dengan kondisi dan kodrat mereka. Dengan mengamalkan semua itu mereka akan mendapatkan kemuliaan yang sebenarnya.

Ketika menjelaskan hikmah yang agung ini, Syaikh Bakr Abu Zaid hafidzahullâh berkata: ” Dialah Allah Azza wa Jalla yang menetapkan dan menakdirkan bahwa laki-laki tidak sama dengan perempuan dalam ciri, bentuk, dan kekuatan fisik. Laki-laki memiliki fisik dan watak yang lebih kuat, sedangkan perempuan lebih lemah dalam (kondisi) fisik maupun wataknya…

Dua macam perbedaan inilah yang menjadi sandaran bagi sejumlah besar hukum-hukum syariat. Dengan hikmah-Nya yang tinggi Allah Azza wa Jalla yang Maha Mengetahui segala sesuatu dengan terperinci, telah menetapkan adanya perbedaan dan ketidaksamaan antara laki-laki dengan perempuan dalam sebagian hukum-hukum syariat, yaitu dalam tugas-tugas yang sesuai dengan kondisi dan bentuk fisik, serta kemampuan masing-masing dari kedua jenis tersebut (laki-laki dan perempuan) untuk menunaikannya. Demikian pula sesuai dengan kekhususan masing-masing dari keduanya pada bidangnya dalam kehidupan manusia, agar sempurna tatanan kehidupan ini, dan agar masing-masing dari keduanya menjalankan tugasnya.

Jadi, Allah Azza wa Jalla mengkhususkan kaum laki-laki dengan sebagian hukum syariat yang sesuai dengan kondisi, bentuk, susunan dan ciri-ciri fisik mereka, (dan sesuai dengan) kekuatan, kesabaran dan keteguhan mereka dalam menjalankan hukum-hukum tersebut serta sesuai dengan semua tugas mereka di luar rumah dan usaha mereka mencari nafkah untuk keluarga.

Demikian pula Allah Azza wa Jalla mengkhususkan kaum perempuan dengan sebagian hukum syariat yang sesuai dengan kondisi, bentuk, susunan dan ciri-ciri fisik mereka, (dan sesuai dengan) terbatasnya kemampuan dan kelemahan mereka dalam menanggung beban, juga sesuai dengan semua tugas dan tanggung jawab mereka di dalam rumah, dalam mengatur urusan rumah tangga, serta mendidik anggota keluarga yang merupakan generasi penerus bagi umat ini di masa depan.

Dalam al-Qur’ân, Allah Azza wa Jalla menyebutkan ucapan istri ‘Imrân:

وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَىٰ

Dan laki-laki tidaklah sama dengan perempuan [Ali ‘Imrân/3:36]

Maha suci Allah Azza wa Jalla , pemilik segala penciptaan dan perintah dalam syariat Islam, dan pemilik segala hukum dan pensyariatan.

أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ ۗ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

Ketahuilah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta alam [al-A’râf/7:54]

Inilah irâdah (kehendak) Allah Azza wa Jalla yang bersifat kauniyyah qadariyyah (sesuai dengan takdir dan kodrat yang telah Allah Azza wa Jalla tetapkan bagi semua makhluk dalam penciptaan, pembentukan rupa dan bakat. Dan inilah irâdah-Nya yang bersifat dîniyyah syar’iyyah (sesuai dengan ketentuan agama dan syariat yang dicintai dan diridhai-Nya). Maka terkumpullah dua irâdah Allah Azza wa Jalla ini demi kemaslahatan para hamba-Nya, kemakmuran alam semesta, dan keteraturan tatanan hidup pribadi, rumah tangga, kelompok, serta seluruh masyarakat.[7]

Beberapa Contoh Hukum-Hukum Syariat Islam Yang Menggambarkan Penghormatan Dan Penghargaan Islam Terhadap Kaum Perempuan

1. Kewajiban memakai jilbab (pakaian yang menutupi semua aurat secara sempurna[8] ) bagi wanita ketika berada di luar rumah.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak diganggu/disakiti. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [al-Ahzâb/33:59]

Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla menjelaskan kewajiban memakai jilbab bagi wanita dan hikmah dari hukum syariat ini, yaitu: “Supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak diganggu/disakiti”.

Syaikh `Abdurrahmân as-Sa’di rahimahullah berkata: “Ini menunjukkan bahwa gangguan bagi wanita dari orang-orang yang berakhlak buruk akan timbul jika wanita itu tidak mengenakan jilbab yang sesuai dengan syariat. Karena, jika wanita tidak memakai jilbab, boleh jadi orang akan menyangka bahwa dia bukan wanita yang ‘afîfah (terjaga kehormatannya), sehingga orang yang ada penyakit (syahwat) dalam hatiya akan mengganggu dan menyakiti wanita tersebut, atau bahkan merendahkan/melecehkannya. Maka, dengan memakai jilbab yang sesuai dengan syariat, akan mencegah timbulnya keinginan-keinginan buruk seseorang terhadap diri wanita “[9].

2. Kewajiban memasang hijâb/tabir untuk melindungi perempuan dari pandangan laki-laki yang bukan mahramnya.

Allah Azza wa Jalla berfirman menerangkan hikmah agung disyariatkannya hijâb/tabir antara laki-laki dan perempuan:

وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ

Dan apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. [al-Ahzâb/33:53]

Syaikh Muhammad bin Ibrâhîm Alu Syaikh rahimahullah berkata: “Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla menyifati hijâb/tabir sebagai kesucian bagi hati orang-orang yang beriman, laki-laki maupun perempuan. Karena, jika mata manusia tidak melihat sesuatu yang mengundang syahwat, karena terhalangi hijab/tabir, maka hatinya tidak akan berhasrat buruk. Oleh karena itu, dalam kondisi seperti ini hati manusia akan lebih suci, sehingga peluang tidak timbulnya fitnah kerusakan pun lebih besar. Karena hijâb/tabir benar-benar mencegah timbulnya keinginan-keinginan buruk dari orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya”[10].

3. Kewajiban wanita untuk menetap di dalam rumah dan hanya boleh keluar rumah jika ada kepentingan yang dibenarkan dalam agama.[11]

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

Dan hendaklah kalian (wahai istri-istri Nabi) menetap di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj (sering keluar rumah dengan berhias dan bertingkah laku) seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait (istri-istri Nabi) dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. [al-Ahzâb/33:33]

Dalam hadits yang shahîh, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya wanita adalah aurat, maka jika dia keluar rumah, setan akan mengikutinya (menghiasainya agar menjadi fitnah bagi laki-laki), dan keadaanya yang paling dekat dengan Rabbnya adalah ketika dia berada di dalam rumahnya”.[12]

Syaikh Bakr Abu Zaid hafidzahullâh ketika menjelaskan hikmah agung diharamkannya tabarruj dalam Islam mengatakan: Adapun dalam Islam, maka perbuatan tabarruj ini diharamkan dengan sebab adanya dorongan iman dan adanya keinginan yang bergelora dalam hati kaum muslimin dalam rangka mewujudkan ketaatannya kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, serta dalam rangka menghiasi diri dengan kesucian dan kemuliaan, menghindarkan diri dari kehinaan, juga dalam rangka menjauhi perbuatan dosa, mengharapkan pahala dan ganjaran dari-Nya, serta takut akan siksaan-Nya yang pedih. Maka wajib bagi para wanita Muslimah untuk bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla dan menjauhi semua perbuatan yang dilarang oleh Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam supaya mereka tidak ikut serta dalam menyusupkan kerusakan di dalam tubuh kaum Muslimin disebabkan tersebarnya perbuatan-perbuatan yang keji, merusak moral anggota keluarga dan rumah tangga, serta merajalelanya perbuatan zina. Juga supaya mereka tidak menjadi sebab yang mengundang pandangan mata yang berkhianat dan hati yang berpenyakit, yang menyimpan keinginan buruk kepada mereka, sehingga mereka berdosa dan menjadikan orang lain juga berdosa”.[13]

4. Tugas dan tanggung jawab kaum wanita yaitu mendidik dan mengarahkan anak-anak di dalam rumah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ،… وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْؤُوْلَةٌ عَنْهُمْ

Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya…seorang wanita (istri) adalah pemimpin di rumah suaminya bagi anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang (perbuatan) mereka.[14]

Tugas dan tanggung jawab ini menunjukkan agungnya kedudukan dan peran kaum wanita dalam Islam. Karena, merekalah pendidik pertama dan utama generasi muda Islam. Dengan memberikan bimbingan yang baik bagi mereka, berarti telah mengusahakan perbaikan besar bagi masyarakat dan umat Islam.

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn rahimahullah berkata: “Sesungguhnya kaum wanita memiliki peran yang agung dan penting dalam upaya memperbaiki kondisi masyarakat. Hal ini karenakan upaya memperbaiki kondisi masyarakat itu ditempuh dari dua sisi:

Pertama: Perbaikan kondisi di luar rumah, yang dilakukan di pasar, mesjid dan tempat-tempat lainnya di luar rumah. Perbaikan ini didominasi oleh kaum laki-laki, karena merekalah orang-orang yang beraktifitas di luar rumah.

Kedua : Perbaikan di balik dinding (di dalam rumah). Tugas mulia ini umumnya disandarkan kepada kaum wanita karena merekalah pemimpin/pendidik di dalam rumah.

Oleh karena itu, tidak salah kalau sekiranya kita mengatakan bahwa sesungguhnya kebaikan separuh atau bahkan lebih dari jumlah masyarakat disandarkan kepada kaum wanita. Hal ini dikarenakan dua hal:

Pertama : Jumlah kaum wanita sama dengan jumlah laki-laki, bahkan lebih banyak dari laki-laki. Ini berarti umat manusia yang terbanyak adalah kaum wanita, sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits-hadits Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Atas dasar inilah maka kaum wanita memiliki peran yang sangat besar dalam memperbaiki kondisi masyarakat.

Kedua : Awal mula tumbuhnya generasi baru adalah dalam asuhan para wanita. Ini semua menunjukkan mulianya tugas kaum wanita dalam memperbaiki masyarakat[15] .

Bangga Sebagai Wanita Muslimah
Contoh-contoh di atas hanya sebagian kecil dari hukum-hukum syariat yang menggambarkan penghargaan dan pemuliaan Islam terhadap kaum perempuan. Oleh karena itulah, seorang wanita Muslimah yang telah mendapatkan anugerah hidayah dari Allah Azza wa Jalla untuk berpegang teguh dengan agama ini, hendaklah dia merasa bangga dalam menjalankan hukum-hukum syariat-Nya. Karena dengan itulah dia akan meraih kemuliaan yang hakiki di dunia dan akhirat. Semua itu jauh lebih agung dan utama dari pada semua kesenangan duniawi yang dikumpulkan oleh manusia.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka (orang-orang yang beriman) bergembira, kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa (kemewahan duniawi) yang dikumpulkan (oleh manusia). [Yûnus/10:58]

“Karunia Allah” dalam ayat ini ditafsirkan oleh para Ulama ahli tafsir dengan “keimanan kepada-Nya”, sedangkan “Rahmat Allah” ditafsirkan dengan “al-Qur’an”.[16]

Dalam ayat lain Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَٰكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ

Dan kemuliaan (yang sebenarnya) itu hanyalah milik Allah, milik Rasul-Nya dan milik orang-orang yang beriman, akan tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui. [al-Munâfiqûn/63:8]

Dalam ucapannya yang terkenal Umar bin Khattab z berkata: “Dulunya kita adalah kaum yang paling hina, kemudian Allah Azza wa Jalla memuliakan kita dengan agama Islam, maka kalau kita mencari kemuliaan dengan selain agama Islam ini, pasti Allah Azza wa Jalla akan menjadikan kita hina dan rendah”.[17]

Penutup
Dalam al-Qur’ân Allah Azza wa Jalla yang Maha Adil dan Bijaksana telah menjelaskan sebab untuk meraih kemuliaan yang hakiki di dunia dan akhirat bagi laki-laki maupun perempuan, yang sesuai dengan kondisi dan kodrat masing-masing.

Renungkanlah ayat yang mulia berikut ini:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka. Maka Wanita yang saleh adalah wanita yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (memberi taufik kepadanya)” [an-Nisâ’/4:34]

Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan tulisan ini bermanfaat dan sebagai nasehat bagi para wanita Muslimah untuk kembali kepada kemuliaan mereka yang sebenarnya dengan menjalankan petunjuk Allah Azza wa Jalla dalam agama Islam.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, 25 Syawwal 1430 H
Sumber : http://almanhaj.or.id/content/3432/slash/0/saudariku-inilah-kemuliaanmu/

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XIII/1430H/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 ]
_______
Footnote
[1]. Lihat kitab Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 174
[2]. Lihat kitab Al-Mar’ah, Baina Takrîmil Islam wa Da’âwat Tahrîr hlm. 6
[3]. Misalnya dalam HSR al-Bukhâri no. 3153 dan Muslim no. 1468
[4]. Dalam HSR Muslim no. 1218
[5]. Kitab At-Tanbîhât ‘alâ Ahkâmin Takhtashshu bil Mu’minât hlm. 5
[6]. Lihat keterangan Syaikh Bakr Abu Zaid hafidzahullâh dalam kitab Hirâsatul Fadhîlah hlm. 17
[7]. Kitab Hirâsatul Fadhîlah hlm. 18-20
[8]. Lihat kitab Hirâsatul Fadhîlah hlm. 53
[9]. Kitab Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 489
[10]. Kitab Al-Hijâbu wa Fadhâ-iluhu hlm. 3
[11]. Lihat kitab Hirâsatul Fadhîlah hlm. 53
[12]. HR Ibnu Khuzaimah no. 1685, Ibnu Hibban no. 5599 dan at-Thabrâni dalam Al-Mu’jamul Ausath no. 2890, dinyatakan shahîh oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibbân, al-Mundziri dan Syaikh al-Albâni dalam Silsilatul Ahâditsish Shahîhah no. 2688
[13]. Kitab Hirâsatul Fadhîlah hlm. 18-20
[14]. HSR al-Bukhâri no. 2416 dan Muslim no. 1829
[15]. Kitab Daurul Mar-ati Fî Ishlâhil Mujtamâ` hlm. 3-4
[16]. Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab Miftâhu Dâris Sa’âdah 1/227
[17]. Riwayat al-Hâkim dalam Al-Mustadrak 1/130, dinyatakan shahîh oleh al-Hâkim dan disepakati oleh adz-Dzahabi.
nduk'NHA

Selasa, 04 Desember 2012

Wanita Haid ke Masjid???

Bismillah..
Dulu saat masih rajin Liqo'..
Kalau ada teman yang tidak datang, ada aja alasan mereka..
Salah satu alasan yang paling sering keluar dari mulut mereka adalah:
Sedang Haid. Gak boleh masuk mesjid.
Benarkah wanita yang sedang haid tidak boleh masuk mesjid?

 Wanita haid juga butuh akan ibadah. Begitu pula ia butuh akan ilmu. Bagaimanakah jika ia mengalami haid sedangkan butuh akan siraman rohani atau pelajaran ilmu syar’i yang Cuma ditemukan di masjid? Apakah ia boleh memasuki masjid dalam keadaan haid?
Syaikh Kholid Mushlih –hafizhohullah- ditanya, “Apakah boleh wanita haid menghadiri majelis Al Qur’an (di masjid)?”
Jawab beliau, “Wanita haidh boleh saja masuk masjid jika ada hajat, inilah pendapat yang lebih tepat. Karena terdapat dalam kitab shahih (yaitu Shahih Muslim) bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada ‘Aisyah, “Berikan padaku sajadah kecil di masjid.” Lalu ‘Aisyah berkata, “Saya sedang  haid.” Lantas Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya haidmu itu bukan karena sebabmu.”[1] Hal ini menunjukkan bahwa boleh saja bagi wanita haid untuk memasuki masjid jika: (1) ada hajat dan (2) tidak sampai mengotori masjid. Demikian dua syarat yang mesti dipenuhi bagi wanita haid yang ingin masuk masjid.
Adapun hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan,
لاَ أُحِلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلاَ جُنُبٍ
Tidak dihalalkan masjid bagi wanita haid dan orang yang junub.[2] Ini hadits yang tidak shahih. Para ulama hadits menyatakan demikian bahwa hadits tersebut tidaklah shahih. Sehingga hadits tersebut tidak bisa jadi pendukung untuk melarang wanita haid masuk masjid.
Adapun jika ada yang mengqiyaskan wanita haid dengan orang junub, ini jelas qiyas (analogi) yang tidak memiliki kesamaan. Karena junub boleh masuk masjid jika dia berwudhu untuk memperingan junubnya, ini yang pertama. Yang kedua, junub adalah hadats karena pilihannya yang sendiri dan ia mungkin saja menghilangkan hadats tersebut. Hal ini berbeda dengan wanita haid. Wanita yang mengalami haid bukanlah atas pilihannya sendiri. Jika wanita haid mandi sekali pun selama darahnya masih mengalir, itu tidak bisa menghentikan darah haidnya. Intinya, tidak bisa disamakan antara wanita haid dan orang yang junub sehingga qiyasnya nantinya adalah qiyas yang jelas berbeda (qiyas ma’al faariq).”
Fatwa beliau diterjemahkan dari Youtube pada link: http://www.youtube.com/watch?v=Yx-hTMp7jYc
* Syaikh Kholid Mushlih: murid senior sekaligus menantu Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin

@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 21 Jumadats Tsaniyah 1433 H

[1] Dalam hadits riwayat Muslim disebutkan,
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ لِيْ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله و عليه و سلم: نَاوِلِيْنِى الْجُمْرَةَ مِنَ الْمَسْجِدِ. فَقُلْتُ: إِنِّيْ حَائِضٌ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: إِنَّ حَيْضَتَكِ لَيْسَتْ فِى يَدِكِ.
Dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya, “Ambilkan untukku khumroh (sajadah kecil) di masjid.” “Sesungguhnya aku sedang haid”, jawab ‘Aisyah. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya haidmu itu bukan karena sebabmu” (HR. Muslim no. 298).
[2] HR. Abu Daud no. 232. Hadits ini dikatakan dho’if oleh Syaikh Al Albani.
nduk'NHA

Senin, 03 Desember 2012

Saat Haid...

Bismillah,
Assalamualikum waroh matullahi wabarokatuh :)

Matahari sedang semangatnya bersinar, sudah pernah ku beritahu bukan? bahwa Matahari disini ada dua? *saking panasnya :D

Well, saat gerah seperti ini.. ditambah dengan tamu bulanan yang selalu datang walau tak diundang rasa malas dan bosan sering melanda :(

Mau kajian : katanya gak boleh masuk mesjid,
Mau hafalan: katanya gak boleh baca quran,
Serba salah..

Dapat dikatakan, saat sedang haid seorang muslimah sangat terbatas ketika beribadah..
shalat sudah pasti tak boleh, puasa apalagi, yang Nha lakukan hanyalah Zikir pagi-petang.. demikian yang diajarkan Murabbiyahku dulu...

Iseng..
Nha kembali berkunjung ke rumaysho.com
Ada artikel tentang larangan bagi wanita yang sedang Haid.
apa sajakah itu? mari silahkan dibaca :D
Semoga bermanfaat :)

Darah haid adalah darah normal pada wanita, berwarna hitam pekat dan berbau tidak enak, keluar dari tempat dan waktu tertentu. Darah ini penting sekali dipahami baik bagi wanita itu sendiri, termasuk pula bagi pria karena ia nantinya menjadi pendamping wanita atau memiliki sanak keluarga  yang mesti ia jelaskan tentang masalah ini. Yang rumaysho.com angkat kali ini mengenai masalah larangan bagi wanita haid. Yaitu hal-hal apa saja yang tidak boleh dilakukan. Dan hal yang dilarang ini juga berlaku bagi wanita nifas. Juga ada sedikit penjelasan mengenai hal-hal yang sebenarnya bukan larangan.

Larangan pertama: Shalat
Para ulama sepakat bahwa diharamkan shalat bagi wanita haid dan nifas, baik shalat wajib maupun shalat sunnah. Dan mereka pun sepakat bahwa wanita haid tidak memiliki kewajiban shalat dan tidak perlu mengqodho’ atau menggantinya ketika ia suci.
Dari Abu Sai’d, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ ، وَلَمْ تَصُمْ فَذَلِكَ نُقْصَانُ دِينِهَا

"Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa? Itulah kekurangan agama si wanita. (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari no. 1951 dan Muslim no. 79)
Dari Mu’adzah, ia berkata bahwa ada seorang wanita yang berkata kepada ‘Aisyah,

أَتَجْزِى إِحْدَانَا صَلاَتَهَا إِذَا طَهُرَتْ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ كُنَّا نَحِيضُ مَعَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَلاَ يَأْمُرُنَا بِهِ . أَوْ قَالَتْ فَلاَ نَفْعَلُهُ

Apakah kami perlu mengqodho’ shalat kami ketika suci?” ‘Aisyah menjawab, “Apakah engkau seorang Haruri? Dahulu kami mengalami haid di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, namun beliau tidak memerintahkan kami untuk mengqodho’nya. Atau ‘Aisyah berkata, “Kami pun tidak mengqodho’nya.” (HR. Bukhari no. 321)

Larangan kedua: Puasa
Dalam hadits Mu’adzah, ia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاَةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّى أَسْأَلُ. قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.

'Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha' puasa dan tidak mengqadha' shalat?' Maka Aisyah menjawab, 'Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ' Aku menjawab, 'Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.' Dia menjawab, 'Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha' puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha' shalat'." (HR. Muslim no. 335) Berdasarkan kesepakatan para ulama pula, wanita yang dalam keadaan haid dan nifas tidak wajib puasa dan wajib mengqodho’ puasanya. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 28/ 20-21)

Larangan ketiga: Jima’ (Hubungan intim di kemaluan)
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Kaum muslimin sepakat akan haramnya menyetubuhi wanita haid berdasarkan ayat Al Qur’an dan hadits-hadits yang shahih.” (Al Majmu’, 2: 359) Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Menyetubuhi wanita nifas adalah sebagaimana wanita haid yaitu haram berdasarkan kesepakatan para ulama.” (Majmu’ Al Fatawa, 21: 624)
Allah Ta’ala berfirman,

فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ

Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari (hubungan intim dengan) wanita di waktu haid.” (QS. Al Baqarah: 222). Imam Nawawi berkata, “Mahidh dalam ayat bisa bermakna darah haid, ada pula yang mengatakan waktu haid dan juga ada yang berkata tempat keluarnya haid yaitu kemaluan. … Dan menurut ulama Syafi’iyah, maksud mahidh adalah darah haid.” (Al Majmu’, 2: 343)

Dalam hadits disebutkan,

مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوِ امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم-

Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (HR. Tirmidzi no. 135, Ibnu Majah no. 639. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Al Muhamili dalam Al Majmu’ (2: 359) menyebutkan bahwa Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid, maka ia telah terjerumus dalam dosa besar.”

Hubungan seks yang dibolehkan dengan wanita haid adalah bercumbu selama tidak melakukan jima’ (senggama) di kemaluan. Dalam hadits disebutkan,

اصْنَعُوا كُلَّ شَىْءٍ إِلاَّ النِّكَاحَ

Lakukanlah segala sesuatu (terhadap wanita haid) selain jima’ (di kemaluan).” (HR. Muslim no. 302)
Dalam riwayat yang muttafaqun ‘alaih disebutkan,

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَتْ إِحْدَانَا إِذَا كَانَتْ حَائِضًا ، فَأَرَادَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَنْ يُبَاشِرَهَا ، أَمَرَهَا أَنْ تَتَّزِرَ فِى فَوْرِ حَيْضَتِهَا ثُمَّ يُبَاشِرُهَا . قَالَتْ وَأَيُّكُمْ يَمْلِكُ إِرْبَهُ كَمَا كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَمْلِكُ إِرْبَهُ

Dari 'Aisyah, ia berkata bahwa di antara istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada yang mengalami haid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin bercumbu dengannya. Lantas beliau memerintahkannya untuk memakai sarung agar menutupi tempat memancarnya darah haid, kemudian beliau tetap mencumbunya (di atas sarung). Aisyah berkata, “Adakah di antara kalian yang bisa menahan hasratnya (untuk berjima’) sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menahannya?”   (HR. Bukhari no. 302 dan Muslim no. 293). Imam Nawawi menyebutkan judul bab dari hadits di atas, “Bab mencumbu wanita haid di atas sarungnya”. Artinya di selain tempat keluarnya darah haid atau selain kemaluannya.

Larangan keempat: Thawaf Keliling Ka’bah
Ketika ‘Aisyah haid saat haji, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya,

فَافْعَلِى مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِى

Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan orang yang berhaji selain dari melakukan thawaf di Ka’bah hingga engkau suci.”  (HR. Bukhari no. 305 dan Muslim no. 1211)

Larangan kelima: Menyentuh mushaf Al Qur’an
Orang yang berhadats (hadats besar atau hadats kecil) tidak boleh menyentuh mushaf seluruh atau sebagiannya. Inilah pendapat para ulama empat madzhab. Dalil dari hal ini adalah firman Allah Ta’ala,

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan” (QS. Al Waqi’ah: 79)
Begitu pula sabda Nabi ‘alaihish sholaatu was salaam,

لاَ تَمُسُّ القُرْآن إِلاَّ وَأَنْتَ طَاهِرٌ

Tidak boleh menyentuh Al Qur’an kecuali engkau dalam keadaan suci.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Bagaimana dengan membaca Al Qur’an? Para ulama empat madzhab sepakat bolehnya membaca Al Qur’an bagi orang yang berhadats baik hadats besar maupun kecil selama tidak menyentuhnya.
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Diperbolehkan bagi wanita haid dan nifas untuk membaca Al Qur’an menurut pendapat ulama yang paling kuat. Alasannya, karena tidak ada dalil yang melarang hal ini. Namun, seharusnya membaca Al Qur’an tersebut tidak sampai menyentuh mushaf Al Qur’an. Kalau memang mau menyentuh Al Qur’an, maka seharusnya dengan menggunakan pembatas seperti kain yang suci dan semacamnya (bisa juga dengan sarung tangan, pen). Demikian pula untuk menulis Al Qur’an di kertas ketika hajat (dibutuhkan), maka diperbolehkan dengan menggunakan pembatas seperti kain tadi.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 10: 209-210)

Hal-Hal yang Masih Dibolehkan bagi Wanita Haid dan Nifas
  1. Membaca Al Qur’an tanpa menyentuhnya.
  2. Berdzikir.
  3. Bersujud ketika mendengar ayat sajadah karena sujud tilawah tidak dipersyaratkan thoharoh menurut pendapat paling kuat.
  4. Menghadiri shalat ‘ied.
  5. Masuk masjid karena tidak ada dalil tegas yang melarangnya.
  6. Melayani suami selama tidak melakukan jima’ (hubungan intim di kemaluan).
  7. Tidur bersama suami.
,bi idznillah.Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Sekian artikel yang Nha bagikan.. Insya Alloh besok Nha akan berbagi artikel tentang boleh atau tidaknya seorang wanita yang haid masuk masjid secara rinci... Ditunggu yah ^^/
WAssaLam
nduk'NHA

Minggu, 02 Desember 2012

Syarat yang sering diabaikan, Astagfirulloh... (Pakaian yang semestinya engkau pakai saudariku..)

Betapa banyak kita lihat saat ini, wanita-wanita berbusana muslimah, namun masih dalam keadaan ketat. Sungguh kadang hati terasa perih. Apa bedanya penampilan mereka yang berkerudung dengan penampilan wanita lain yang tidak berkerudung jika sama-sama ketatnya[?]
Oleh karena itu, pembahasan kita saat ini adalah mengenai pakaian wanita muslimah yang seharusnya mereka pakai. Pembahasan kali ini adalah lanjutan dari pembahasan "Wanita yang Berpakaian Tetapi Telanjang". Semoga bermanfaat. Hanya Allah lah yang dapat memberi taufik dan hidayah. 

Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya  ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59). Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur [24] : 31). Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan.
Dari tafsiran yang shohih ini terlihat bahwa wajah bukanlah aurat. Jadi, hukum menutup wajah adalah mustahab (dianjurkan). (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Amru Abdul Mun’im, hal. 14)
Syarat Pakaian Wanita yang Harus Diperhatikan
Pakaian wanita yang benar dan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya memiliki syarat-syarat. Jadi belum tentu setiap pakaian yang dikatakan sebagai pakaian muslimah atau dijual di toko muslimah dapat kita sebut sebagai pakaian yang syar’i. Semua pakaian tadi harus kita kembalikan pada syarat-syarat pakaian muslimah.
Para ulama telah menyebutkan syarat-syarat ini dan ini semua tidak menunjukkan bahwa pakaian yang memenuhi syarat seperti ini adalah pakaian golongan atau aliran tertentu. Tidak sama sekali. Semua syarat pakaian wanita ini adalah syarat yang berasal dari Al Qur’an dan hadits yang shohih, bukan pemahaman golongan atau aliran tertentu. Kami mohon jangan disalah pahami.
Ulama yang merinci syarat ini dan sangat bagus penjelasannya adalah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah –ulama pakar hadits abad ini-. Lalu ada ulama yang melengkapi syarat yang beliau sampaikan yaitu Syaikh Amru Abdul Mun’im hafizhohullah. Ingat sekali lagi, syarat yang para ulama sebutkan bukan mereka karang-karang sendiri. Namun semua yang mereka sampaikan berdasarkan Al Qur’an dan hadits yang shohih.

Syarat pertama: pakaian wanita harus menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Ingat, selain kedua anggota tubuh ini wajib ditutupi termasuk juga telapak kaki.

Syarat kedua: bukan pakaian untuk berhias seperti yang banyak dihiasi dengan gambar bunga apalagi yang warna-warni, atau disertai gambar makhluk bernyawa, apalagi gambarnya lambang partai politik! Yang terkahir ini bahkan bisa menimbulkan perpecahan di antara kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33). Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang mestinya ditutup karena hal itu dapat menggoda kaum lelaki.
Ingatlah, bahwa maksud perintah untuk mengenakan jilbab adalah perintah untuk menutupi perhiasan wanita. Dengan demikian, tidak masuk akal bila jilbab yang berfungsi untuk menutup perhiasan wanita malah menjadi pakaian untuk berhias sebagaimana yang sering kita temukan.

Syarat ketiga: pakaian tersebut tidak tipis dan tidak tembus pandang yang dapat menampakkan bentuk lekuk tubuh. Pakaian muslimah juga harus longgar dan tidak ketat sehingga tidak menggambarkan bentuk lekuk tubuh.
Dalam sebuah hadits shohih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat, yaitu : Suatu kaum yang memiliki cambuk, seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para wanita berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring, wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan ini dan ini.” (HR.Muslim)
Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Makna kasiyatun ‘ariyatun adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis sehingga dapat menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian, namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, 125-126)
Cermatilah, dari sini kita bisa menilai apakah jilbab gaul yang tipis dan ketat yang banyak dikenakan para mahasiswi maupun ibu-ibu di sekitar kita dan bahkan para artis itu sesuai syari’at atau tidak.

Syarat keempat: tidak diberi wewangian atau parfum.
Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
Perempuan mana saja yang memakai wewangian, lalu melewati kaum pria agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah wanita pezina.” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih). Lihatlah ancaman yang keras ini!

Syarat kelima: tidak boleh menyerupai pakaian pria atau pakaian non muslim.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,
لَعَنَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ ، وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ
Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR. Bukhari no. 6834)
Sungguh meremukkan hati kita, bagaimana kaum wanita masa kini berbondong-bondong merampas sekian banyak jenis pakaian pria. Hampir tidak ada jenis pakaian pria satu pun kecuali wanita bebas-bebas saja memakainya, sehingga terkadang seseorang tak mampu membedakan lagi, mana yang pria dan wanita dikarenakan mengenakan celana panjang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)
Betapa sedih hati ini melihat kaum hawa sekarang ini begitu antusias menggandrungi mode-mode busana barat baik melalui majalah, televisi, dan foto-foto tata rias para artis dan bintang film. Laa haula walaa quwwata illa billah.

Syarat keenam: bukan pakaian untuk mencari ketenaran atau popularitas (baca: pakaian syuhroh).
Dari Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِى الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ أَلْهَبَ فِيهِ نَارًا
Barangsiapa mengenakan pakaian syuhroh di dunia, niscaya Allah akan mengenakan pakaian kehinaan padanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)
Pakaian syuhroh di sini bisa bentuknya adalah pakaian yang paling mewah atau pakaian yang paling kere atau kumuh sehingga terlihat sebagai orang yang zuhud. Kadang pula maksud pakaian syuhroh adalah pakaian yang berbeda dengan pakaian yang biasa dipakai di negeri tersebut dan tidak digunakan di zaman itu. Semua pakaian syuhroh seperti ini terlarang.

Syarat ketujuh: pakaian tersebut terbebas dari salib.
Dari Diqroh Ummu Abdirrahman bin Udzainah, dia berkata,
كُنَّا نَطُوفُ بِالْبَيْتِ مَعَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ فَرَأَتْ عَلَى امْرَأَةٍ بُرْداً فِيهِ تَصْلِيبٌ فَقَالَتْ أُمُّ الْمُؤْمِنِينَ اطْرَحِيهِ اطْرَحِيهِ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى نَحْوَ هَذَا قَضَبَهُ
“Dulu kami pernah berthowaf di Ka’bah bersama Ummul Mukminin (Aisyah), lalu beliau melihat wanita yang mengenakan burdah yang terdapat salib. Ummul Mukminin lantas mengatakan, “Lepaskanlah salib tersebut. Lepaskanlah salib tersebut. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat semacam itu, beliau menghilangkannya.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Ibnu Muflih dalam Al Adabusy Syar’iyyah mengatakan, “Salib di pakaian dan lainnya adalah sesuatu yang terlarang. Ibnu Hamdan memaksudkan bahwa hukumnya haram.”

Syarat kedelapan: pakaian tersebut tidak terdapat gambar makhluk bernyawa (manusia dan hewan).
Gambar makhluk juga termasuk perhiasan. Jadi, hal ini sudah termasuk dalam larangan bertabaruj sebagaimana yang disebutkan dalam syarat kedua di atas. Ada pula dalil lain yang mendukung hal ini.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki rumahku, lalu di sana ada kain yang tertutup gambar (makhluk bernyawa yang memiliki ruh, pen). Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau langsung merubah warnanya dan menyobeknya. Setelah itu beliau bersabda,
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ الذِّيْنَ يُشَبِّهُوْنَ ِبخَلْقِ اللهِ
Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah yang menyerupakan ciptaan Allah.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan ini adalah lafazhnya. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, An Nasa’i dan Ahmad)

Syarat kesembilan: pakaian tersebut berasal dari bahan yang suci dan halal.

Syarat kesepuluh: pakaian tersebut bukan pakaian kesombongan.
Syarat kesebelas: pakaian tersebut bukan pakaian pemborosan .

Syarat keduabelas: bukan pakaian yang mencocoki pakaian ahlu bid’ah. Seperti mengharuskan memakai pakaian hitam ketika mendapat musibah sebagaimana yang dilakukan oleh Syi’ah Rofidhoh pada wanita mereka ketika berada di bulan Muharram. Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa pengharusan seperti ini adalah syi’ar batil yang tidak ada landasannya.
Inilah penjelasan ringkas mengenai syarat-syarat jilbab. Jika pembaca ingin melihat penjelasan selengkapnya, silakan lihat kitab Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. Kitab ini sudah diterjemahkan dengan judul ‘Jilbab Wanita Muslimah’. Juga bisa dilengkapi lagi dengan kitab Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah yang ditulis oleh Syaikh Amru Abdul Mun’im yang melengkapi pembahasan Syaikh Al Albani.

Terakhir, kami nasehatkan kepada kaum pria untuk memperingatkan istri, anggota keluarga atau saudaranya mengeanai masalah pakaian ini. Sungguh kita selaku kaum pria sering lalai dari hal ini. Semoga ayat ini dapat menjadi nasehatkan bagi kita semua.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)
Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua dalam mematuhi setiap perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya.

Alhamdullillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat.

Rujukan:
1. Faidul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, Al Munawi, Mawqi’ Ya’sub, Asy Syamilah
2. Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Maktabah Al Islamiyah-Amman, Asy Syamilah
3. Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Syaikh ‘Amru Abdul Mun’im Salim, Maktabah Al Iman
4. Kasyful Musykil min Haditsi Ash Shohihain, Ibnul Jauziy, Darun Nasyr/Darul Wathon, Asy Syamilah
5. Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, An Nawawi, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com

Sabtu, 01 Desember 2012

Bolehkah menggunakan jilbab (pakaian) berwarna-warni?

Bismillah...
Assalamualaikum Dear..
Afwan..
Baru saja keluar dari GUA bernama Muhasabah :')
Apakabar?
Semoga Semua selalu diberkahi oleh Alloh Subhana wata'ala..

Kali ini Nha akan berbagi tentang warna :)
Seiring dengan banyaknya muslimah yang ingin menggunakan jilbab Syar'i,
timbul berbagai pertanyaan...
benarkah jilbab syari itu harus hitam???
Nha pun sempat bertanya-tanya...
Baru saja Nha menemukan sebuah artikel dengan pengkajian yang cukup Shahih,
Semoga bermanfaat untuk semuanya :)

Warna pakaian wanita tidak ada standar baku dalam Islam, sebenarnya tergantung dengan kebiasaan di negeri masing-masing. Pakaian wanita muslimah tidak selamanya hitam seperti anggapan sebagian orang. Boleh saja warna pakaian dan jilbab adalah putih, sebagaimana yang masyhur di negeri kita. Namun jika pakaiannya berwarna-warni, ditambah aksesoris bunga, dll yang ini menimbulkan godaan dan membuat lawan jenis jadi tertarik, maka jelas tidak dibolehkan. Tetapi, kenyataannya, tidak sedikit wanita yang hanya mau bergaya tanpa memperhatikan aturan dalam berjilbab.
Ulama senior di Kerajaan Saudi Arabia dan angota Hay-ah Kibaril Ulama’ ditanya, “Apakah boleh memakai jilbab yang berwarna (selain hitam)?”
Beliau hafizhohullah menjawab,
“Jika engkau maksudkan adalah memakai jilbab warna-warni yang menutupi wajah dan telapak tangan lantas menimbulkan fitnah atau godaan, maka terang saja tidak dibolehkan.
Jika yang dimaksud adalah jilbab selain warna hitam, yaitu jilbab warna putih, hijau, merah atau selain itu dan di negeri tersebut sudah terbiasa dengan jilbab warna semacam itu, maka tidak mengapa. Karena pakaian kata para ulama dikembalikan pada ‘urf, yaitu kebiasaan masyarakat sekitar. Dikecualikan di sini untuk pakaian yang terdapat larangan khusus seperti pakaian yang dicelup dengan ‘ushfur, za’faron atau pakaian warna merah, semua pakaian semacam  itu bagi laki-laki terlarang. Selain pakaian semacam itu, maka dikembalikan pada ‘urf (kebiasaan masyarakat). Untuk wanita, jika warna pakaian dimaksudkan untuk berhias diri, maka tidak boleh. Karena Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ

Janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka.” (QS. An Nur: 31). Jika warna pakaian wanita sampai menggoda yang lain, maka seperti itu pun terlarang agar tidak membawa pada kerusakan.
Intinya, mereka silakan menimbang-nimbang maslahat. Hukum pakaian itu sekali lagi tergantung ‘urf masing-masing negeri. Bisa saja ada yang berpakaian semacam itu di suatu negeri, maka akan mengundang godaan, namun belum tentu di negeri lain. Oleh karenanya, lihatlah keadaan di negeri masing-masing. Jika di Perancis, tidak tergoda dengan warna pakaian semacam itu, semacam jika memakai pakaian selain warna hitam, maka tidaklah terlarang. Namun jika sampai mengundang godaan, sampai-sampai orang lain terus memperhatikan karena menjadi pakaian ketenaran, maka tidak boleh memakai pakaian semacam itu.

Sumber fatwa dari website pribadi Syaikh ‘Abdul Karim Al Khudair:



nduk'NHA

Kamis, 01 November 2012

Jangan Menolak Kebenaran

Kebenaran mutlak datang hanya dari Allah Azza wa Jalla. Oleh karena itu, al-haq tidak diambil kecuali dengan petunjuk kitab Allah Azza wa Jalla dan Sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan sepantasnya orang-orang yang sudah menerima al-haq, hendaknya mereka menerima dan mengikutinya.

Allah Azza wa Jalla telah memuji orang-orang yang beriman karena mereka mengkuti al-haq dalam firmannya:

أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَىٰ ۚ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari rabbmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran, [a-Ra’d/13:19]

Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berkata tentang makna ayat ini: “Maka tidaklah sama orang yang meyakini kebenaran yang engkau bawa –wahai Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam – dengan orang yang buta, yang tidak mengetahui dan memahami kebaikan. Seandainya memahami, dia tidak mematuhinya, tidak mempercayainya, dan tidak mengikutinya”. [1]

Namun, umumnya manusia tidak peduli terhadap kebenaran, tidak mau mencarinya, dan tidak menelitinya. Sehingga mereka berkubang di dalam kesesatan dengan sadar atau tanpa sadar. Allah Azza wa Jalla berfirman:

أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً ۖ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ ۖ هَٰذَا ذِكْرُ مَنْ مَعِيَ وَذِكْرُ مَنْ قَبْلِي ۗ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ الْحَقَّ ۖ فَهُمْ مُعْرِضُونَ

Apakah mereka mengambil sesembahan-sesembahan selain-Nya? Katakanlah: “Tunjukkanlah hujjahmu! (al-Qur`ân) ini adalah peringatan bagi orang-orang yang bersamaku, dan peringatan bagi orang-orang yang sebelumku.” Sebenarnya kebanyakan mereka tiada mengetahui yang hak, karena itu mereka berpaling. [al-Anbiyâ’/21:24]

Syaikh `Abdurrahmân bin Nâshir as-Sa’di rahimahullah berkata: “Mereka tidak mengetahui kebenaran bukan karena kebenaran itu samar dan tidak jelas. Namun karena mereka berpaling darinya. Jika mereka tidak berpaling dan mau memperhatikannya, niscaya kebenaran menjadi jelas bagi mereka dari kebatilan, dengan kejelasan yang nyata dan gamblang”.[2]

Oleh karena itu, jangan sekali-kali seorang Muslim menolak kebenaran. Siapa pun pembawanya. Karena menolak kebenaran itu merupakan sifat kesombongan yang dibenci oleh Allah Azza wa Jalla . Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan seberat biji sawi. Seorang laki-laki bertanya: “Ada seseorang suka bajunya bagus dan sandalnya bagus (apakah termasuk kesombongan?) Beliau menjawab: “Sesungguhnya Allah Maha indah dan menyukai keindahan. Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia”. [HR. Muslim, no. 2749, dari `Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu]

Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Adapun ‘menolak kebenaran’ yaitu menolaknya dan mengingkarinya dengan menganggap dirinya tinggi dan besar”.[3]

Imam Ibnul Atsîr rahimahullah berkata tentang makna ‘menolak kebenaran’, yaitu menyatakan batil terhadap perkara yang telah Allah Azza wa Jalla tetapkan sebagai kebenaran, seperti mentauhidkan-Nya dan beribadah kepada-Nya. Ada yang mengatakan, maknanya adalah menzhalimi kebenaran, yaitu tidak menganggapnya sebagai kebenaran. Dan ada yang mengatakan, maknanya adalah merasa besar terhadap kebenaran, yaitu tidak menerimanya”.[4]

Seorang Muslim jangan menyerupai orang-orang Yahudi. Mereka mengetahui kebenaran, namun tidak mengikutinya. Allah Azza wa Jalla berfirman tentang orang-orang Yahudi Madinah yang enggan beriman kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ ۚ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ

Dan setelah datang kepada mereka (orang-orang Yahudi) al-Qur`ân dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu. [al-Baqarah/2:89]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Allah Azza wa Jalla menyifati orang-orang Yahudi bahwa mereka dahulu mengetahui kebenaran sebelum munculnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbicara dengan kebenaran dan mendakwahkannya. Namun, setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada mereka, beliau berbicara dengan kebenaran. Karena beliau bukan dari kelompok yang mereka sukai, maka mereka pun tidak tunduk kepada beliau, dan mereka tidak menerima kebenaran kecuali dari kelompok mereka. Padahal, mereka tidak mengikuti perkara yang diwajibkan oleh keyakinan mereka”[5]

Inilah di antara sifat-sifat buruk orang-orang Yahudi. Mereka tidak mau menerima kebenaran kecuali dari kelompok mereka saja. Rupanya, sifat seperti ini menjalar di kalangan ahli bid’ah dulu dan sekarang, mereka tidak mau menerima kebenaran kecuali dari kelompoknya saja, atau buku-bukunya saja, atau guru-gurunya saja. Wallâhul Musta’ân.

Sesungguhnya kebenaran itu tetap diterima walau pun datangnya dari orang kafir. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mencontohkan hal ini di dalam beberapa hadits beliau. Antara lain hadits berikut ini.‘Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata:

دَخَلَتْ عَلَيَّ عَجُوزَانِ مِنْ عُجُزِ يَهُوْدِ الْمَدِينَةِ فَقَالَتَا لِيْ إِنَّ أَهْلَ الْقُبُوْرِ يُعَذَّبُونَ فِي قُبُوْرِهِمْ فَكَذَّبْتُهُمَا وَلَمْ أُنْعِمْ أَنْ أُصَدِّقَهُمَا فَخَرَجَتَا وَدَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ عَجُوزَيْنِ وَذَكَرْتُ لَهُ فَقَالَ صَدَقَتَا إِنَّهُمْ يُعَذَّبُونَ عَذَابًا تَسْمَعُهُ الْبَهَائِمُ كُلُّهَا فَمَا رَأَيْتُهُ بَعْدُ فِي صَلاَةٍ إِلاَّ تَعَوَّذَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

Dua nenek Yahudi Madinah masuk menemuiku, keduanya mengatakan kepadaku: “Sesungguhnya orang-orang yang berada di dalam kubur disiksa di dalam kubur mereka”. Aku mendustakan keduanya, aku tidak senang membenarkan keduanya. Lalu keduanya keluar. Nabi datang masuk menemuiku, maka aku berkata kepada beliau: “Wahai Rasulullah , sesungguhnya dua nenek…”, aku menyebutkan kepada beliau. Beliau bersabda: “Keduanya benar. Sesungguhnya mereka disiksa dengan siksaan yang didengar oleh binatang-binatang semuanya”. Kemudian tidaklah aku melihat beliau di dalam shalat setelah itu, kecuali beliau berlindung dari siksa kubur”. [HR. Bukhâri, no. 6366; Muslim, no. 586]

Lihatlah, bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membenarkan dan menerima perkataan dua nenek Yahudi tentang adanya siksa kubur. Bahkan, kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung dari siksa kubur di dalam shalatnya setelah itu. Maka bandingkanlah dengan sebagian orang Islam di zaman ini, ketika telah disampaikan kepadanya tentang suatu permasalahan yang benar berdasarkan ayat al-Qur’ân, hadits yang shahîh, dan penjelasan para Ulama. Mereka tidak menerimanya hanya karena orang yang menyampaikan berbeda madzhabnya, organisasinya, tempat mengajinya, kebiasaan masyarakatnya, atau semacamnya.

Di dalam suatu kejadian yang lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari perkataan yang benar dari orang-orang Yahudi. Bahkan beliau meluruskan amalan umat dari sebab peringatan yang disampaikan oleh seorang Yahudi! Sebagaimana disebutkan dalam hadits di bawah ini:

عَنْ قُتَيْلَةَ امْرَأَةٍ مِنْ جُهَيْنَةَ أَنَّ يَهُودِيًّا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّكُمْ تُنَدِّدُونَ وَإِنَّكُمْ تُشْرِكُونَ تَقُولُونَ مَا شَاءَ اللَّهُ وَشِئْتَ وَتَقُولُونَ وَالْكَعْبَةِ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادُوا أَنْ يَحْلِفُوا أَنْ يَقُولُوا وَرَبِّ الْكَعْبَةِ وَيَقُولُونَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ شِئْتَ

Dari Qutailah, seorang wanita dari suku Juhainah, bahwa seorang laki-laki Yahudi mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: “Sesungguhnya kamu menjadikan tandingan (bagi Allah). Sesungguhnya kamu menyekutukan (Allah). Kamu mengatakan ‘Apa yang Allah kehendaki dan apa yang engkau kehendaki’. Kamu juga mengatakan ‘Demi Ka’bah’. Maka Nabi memerintahkan kaum Muslimin, jika menghendaki sumpah untuk mengatakan ‘Demi Rabb Ka’bah’. Dan agar mereka mengatakan ‘Apa yang Allah kehendaki kemudian apa yang engkau kehendaki’. [HR. Nasâi, no. 3773; dishahîhkan oleh al-Albâni]

Ketika menjelaskan faedah-faedah dari hadits ini, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn rahimahullah berkata:

Pertama: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari orang Yahudi tersebut, padahal yang nampak dari niat orang Yahudi itu adalah mencela Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat beliau. Karena yang dia katakan memang benar.

Kedua: Disyari’atkan kembali menuju kebenaran walaupun yang mengingatkan hal itu adalah bukan pengikut kebenaran.

Ketiga: Sepantasnya ketika merubah sesuatu hendaknya merubahnya kepada sesuatu yang dekat dengannya. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengatakan ‘Demi rabb Ka’bah’, dan beliau tidak mengatakan ‘Bersumpahlah dengan nama Allah Azza wa Jalla ‘. Dan beliau memerintahkan mereka agar mengatakan ‘Apa yang Allah Azza wa Jalla kehendaki, kemudian apa yang engkau kehendaki’”.

Setelah penjelasan ini, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn menyampaikan suatu masalah dan jawabannya. Yaitu jika ditanya: “Kenapa tidak ada yang mengingatkan (kesalahan) perbuatan ini kecuali seorang Yahudi?” Jawabannya adalah: “Kemungkinan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mendengarnya dan tidak mengetahuinya.” Jika ditanya lagi, “Allah Maha mengetahui, kenapa mendiamkan mereka?”, maka dijawab: “Sesungguhnya itu adalah syirik ashghar (kecil), bukan syirik akbar (besar). Hikmahnya adalah ujian bagi orang-orang Yahudi. Mereka mengkritik umat Islam atas kata tersebut, padahal mereka menyekutukan Allah Azza wa Jalla dengan syirik yang besar, namun mereka tidak melihat aib mereka”.[6]

Bahkan sesungguhnya menolak kebenaran itu merupakan sifat orang-orang kafir. Syaikh Muhammad bin Jamîl Zainu -hafizhahullâh- berkata: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mengutus para Rasul kepada manusia, dan memerintahkan mereka dengan dakwah untuk beribadah kepada Allah Azza wa Jalla dan mentauhidkan-Nya. Namun mayoritas umat mendustakan para rasul. Mereka menolak al-haq yang telah diserukan kepada mereka, yaitu tauhid. Maka akibatnya adalah kehancuran” [7].

Syaikh juga mengatakan: “Oleh karena ini, wajib menerima al-haq dari siapa saja, bahkan walaupun dari setan.” Kemudian Syaikh membawakan hadits shahîh seperti di bawah ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ وَكَّلَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ فَأَتَانِي آتٍ فَجَعَلَ يَحْثُو مِنْ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ َلأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ الْحَدِيثَ فَقَالَ إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنْ اللَّهِ حَافِظٌ وَلاَ يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ ذَاكَ شَيْطَانٌ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewakilkan aku untuk menjaga zakat Ramadhan. Kemudian ada seorang yang mendatangiku lalu mengambil makanan dengan tangannya. Maka aku menangkapnya, dan kukatakan: “Aku benar-benar akan membawamu kepada Rasulullah …kemudian dia menyebutkan hadits itu…lalu pencuri itu berkata: “Jika engkau pergi ke tempat tidurmu bacalah ayat kursi, akan selalu ada seorang penjaga dari Allah atasmu, dan setan tidak akan mendekatimu sampai waktu subuh”. Kemudian Nabi bersabda: “Dia (pencuri itu) telah berkata benar kepadamu (hai Abu Hurairah), namun dia itu sangat pendusta, dia adalah setan”.[9]

Kesimpulannya adalah sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Jamîl Zainu -hafizhahullâh- : “Berdasarkan ini, seorang Mukmin tidak boleh menolak kebenaran dan nasehat sehingga tidak menyerupai orang-orang kafir, dan sehingga tidak terjerumus di dalam kesombongan yang akan menghalangi pelakunya untuk memasuki surga. Hikmah adalah barang hilang seorang Mukmin, di mana saja dia menemuinya, dia mengambilnya”. [10] Wallâhu Waliyut Taufîq.
Sumber : http://almanhaj.or.id/content/3440/slash/0/jangan-menolak-kebenaran/

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XIII/1431H/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 ]
_______
Footnote
[1]. Tafsir al-Qur’ânil ‘Azhîm, surat . ar-Ra’du/13: 19
[2]. Tafsir Taisîr Karîmir Rahmân, surat al-Anbiyâ’/21:24
[3]. Syarah Muslim, hadits no. 2749
[4]. An-Nihâyah fî Gharîbil Hadîts
[5]. Iqtidhâ’ Shirâthil Mustaqîm, hlm. 14; syarah Syaikh al-‘Utsaimîn; Penerbit. Dâr Ibni Haitsâm; Kairo; takhrîj: Fathi Shâlih Taufîq
[6]. Al-Qaulul Mufîd, hlm. 522-523; Penerbit Abu Bakar ash-Shiddîq, Mesir, cet. 1, th. 2007 M / 1428 H; tahqîq: Muhammad Sayyid ‘Abdur Rabbir Rasul
[7]. Minhajul-Firqah an-Nâjiyah, hlm.140
[8]. Minhajul-Firqah an-Nâjiyah, hlm.140
[9]. HR. Bukhâri, no. 2311, 3275, dengan mu’allaq, namun disambungkan oleh Abu Bakar al-Ismâ’ili dan Abu Nu’aim, sebagaimana disebutkan di dalam Hadyus sâri, hlm. 42 dan Fathul Bâri 4/488. Lihat penjelasan lengkap di dalam Fathul Mannân, hlm. 458-460, karya Syaikh Masyhûr bin Hasan Alu Salmân
[10]. Minhajul-Firqah an-Nâjiyah, hlm.140

nduk'NHA

Senin, 29 Oktober 2012

Benarkah kita semua seorang Muslim?

Bismillah...
Apa kabar dear?
Terimakasih masih berkunjung di blog ini...
Semoga harimu masih diberkahi dengan kebaikan-kebaikanNYA..
Semoga kita semua selalu diberikan kesabaran untu menjalani apa saja ujian-ujian dariNYA sebagai bentuk peningkatan keimanan kita...

Kali ini Nha mengajak semuauntuk sekedar merenung...
Ini bukan sebagai bahan intimidasi, ini sebagai bahan intropeksi..
Intropeksi Ane sebagai yang punya bolg, intropeksi antum yang membaca,
Karena kita semua "mengaku seorang" Muslim...

Bukan berarti dengan menulis ini saya sudah menjadi muslimah yang baik..
Tapi kita semua tentunya berproses ke arah sana bukan...
Teringat satu hal yang selalu saya patri dalam ingatan,
"Janganlah kau menjadi seorang yang sama dengan hari kemaren, sesungguhnya kamu adalah orang yang merugi. Dan janganlah kamu menjadi orang yang hari ini lebih buruk dari hari kemaren karena berati kau adalah orang yang celaka"

Naudzubillah...
Semoga dengan membaca tulisan ini..
kita semua mampu menjadi pribadi yang lebih baik...
Pribadi yang senantiasa memperbaharui iman, dan mengubah diri menjadi lebih baik :')
Aamiin.. Allohumma Aamiin ...
Semoga bermanfaat ^^/

I call myself muslim, but I don’t wear hijaab correctly according to that commanded by Allaah and His messenger.
I call myself muslim, but I don’t obey His command to avoid free mixing (ikhtilaath) between men and women.
I call myself muslim, but I post my pic with my girlfriend/boyfriend on social media, while I know exactly she/he is not my mahraam.
I call myself muslim, but I post my most beautiful pic online so people can admire me, even though I know lowering gaze is a must in this Deen.
I call myself muslim, but I can’t live without gossiping/backbiting, even though I know it is strictly prohibited.
I call myself muslim, but I prefer listening to music rather than reciting Qur’an.
I call myself muslim, but attending music concert is more beloved to me than attending circle of knowledge in masjid.
I call myself muslim, but I prefer to memorize the names of football players instead of the names of 10 companions of Rasulullaah who were given good tidings of Paradise.
I call myself muslim, but do I act like one?

I call myself muslim, but I don’t wear hijaab correctly according to that commanded by Allaah and His messenger.

I call myself muslim, but I don’t obey His command to avoid free mixing (ikhtilaath) between men and women.

I call myself muslim, but I post my pic with my girlfriend/boyfriend on social media, while I know exactly she/he is not my mahraam.

I call myself muslim, but I post my most beautiful pic online so people can admire me, even though I know lowering gaze is a must in this Deen.

I call myself muslim, but I can’t live without gossiping/backbiting, even though I know it is strictly prohibited.

I call myself muslim, but I prefer listening to music rather than reciting Qur’an.

I call myself muslim, but attending music concert is more beloved to me than attending circle of knowledge in masjid.

I call myself muslim, but I prefer to memorize the names of football players instead of the names of 10 companions of Rasulullaah who were given good tidings of Paradise.

I call myself muslim, but do I act like one?

(via @chynatic)

nduk'NHA

Minggu, 28 Oktober 2012

Seusai Badai

Rasanya cukup lama..
Berpura-pura "Senyum" dan berlindung dalam kalimat "aku baik-baik saja",
Bahkan langitpun tahu tentang kebohongan ini,
Hujan ini buktinya..
Petir dan kilat seperti berteriak marah..
Semakin ku mengacuhkan angin kencang yang mengetuk jendela,
Semakin deras langit mengguyur tanah.
Bougenvile di depan rumah sampai basah kuyup terantuk-antuk,
Parit mengalirkan air lebih tinggi dari biasanya,
Kalau langit tak menghentikan ini mungkin sebentar lagi akan banjir.

Ku tutup buku merah jambu,
akhirnya kuhiraukan juga hujan yang tak biasa itu,
berbisik pelan..
"Selama sedihku ini bermanfaat untuk kebahagiaannya,
aku takkan lelah berkata 'Everything Gonna be okay'"

Hujan berubah jadi gerimis,
angin sepoi-sepoi meninggalkan dingin yang menusuk,
wangi tanah basah bercampur dengan soka yang bermekaran,
 Langit cerah perlahan..
PELANGI mengurai senyum...

Aku percaya,
akhir semua ini pasti bahagia...
mungkin bukan sekarang waktunya...
mungkin nanti...
Bukankah pelangi datang sesudah badai?
Bahagiaku akan tiba, aku hanya perlu bersabar :')

Waena, 28 Oktober 2012
nduk'NHA

Sabtu, 27 Oktober 2012

If Tomorrow Never Comes

Sometimes late at night
I lie awake and watch you sleeping
You've lost in peaceful dreams
So I turn out the lights and lay there in the dark
And the thought crosses my mind
If I never wake up in the morning
Would you ever doubt the way I feel About you in my heart
If tomorrow never comes
Would you know how much I loved you
Did I try in every way to show you every day
That you’re my only one
And if my time on earth were through
And you must face this world without me
Is the love I gave you in the past
Gonna be enough to last
If tomorrow never comes
 So I made a promise to myself
To say each day how much you mean to me
And avoid that circumstance
where there's no second chance to tell you how I feel
If tomorrow never comes
Would you know how much I loved you
Did I try in every way to show you every day
That you’re my only one
And if my time on earth were through
And you must face this world without me
Is the love I gave you in the past
Gonna be enough to last
If tomorrow never comes
So tell that someone that you love
Just what you're thinking of
If tomorrow never comes

Membuka beberapa catatan seorang teman di facebook...
Saya menemukan lirik ini di dindingnya... :)
Cukup membuat saya merenung panjang....
"Jika esok tak pernah datang..."

Liriknya memang bercerita tentang cinta,
tapi lebih dalam jika kita mampu memaknainya..
Lirik ini memberikan banyak pelajaran...
 Kadang kita gak sadar, melakukan banyak hal seolah-olah kita hidup selamanya di dunia..
Seenaknya mengatakan "nanti" untuk hal-hal yang sebenarnya tidak boleh ditunda..
dengan alasan "kan masih ada hari esok... ", benarkah???
Masa depan itu tak pernah pasti, jangankan esok...
1menit atau 1jam ke depan aja entah kita masih hidup atau nggak..
kita gak pernah tahu.... karena waktu memang hal paling misterius di dunia..

Disaat seenaknya kita menunda, mengacuhkan, mengabaikan...
Waktu tiba-tiba merampas semua yang kita punya :)
KESEMPATAN tiba-tiba hilang...
tinggal penyesalan yang ada.. dan saat itu semua sudah terlambat..

Selama masih ada waktu.. dan masih ada kesempatan..Yuk jangan pernah memunda...

Hadiah untukmu wahai pembaca...
ku terjemahkan dengan susah payah lirik lagu di atas...
Semoga manfaat untuk semuanya :)

Di suatu malamAku berbaring terjaga dan memandangmu tidur
Kau telah terlelap dalam mimpi indah
Maka kupadamkan lampu dan berbaring di sana dalam gelap
Dan terlintas dalam anganku
Bila esok pagi aku tak bangun lagi
Akankah kau ragu akan perasaanku tentang dirimu?
Bila esok tak pernah tiba Akankah kau tahu betapa aku mencintaimu?
Sudahkah aku setiap hari berusaha dengan segala cara
untuk menunjukkan kepadamu bahwa kau adalah satu-satunya bagiku?
Dan bila waktuku di dunia telah berlalu
dan kau harus menghadapi dunia tanpa diriku
Apakah cinta yang kuberikan selama ini telah cukup untuk membuatmu bertahan?
Bila esok tak pernah tiba Maka aku berjanji kepada diriku sendiri 
untuk setiap hari mengatakan betapa berartinya kau bagiku
dan menghindari tidak adanya kesempatan ke dua 
untuk mengatakan perasaanku kepadamu. 
Bila esok tak pernah tiba, Akankah kau tahu betapa aku mencintaimu?
Sudahkah aku setiap hari berusaha dengan segala cara
untuk menunjukkan kepadamu bahwa kau adalah satu-satunya bagiku?
Dan bila waktuku di dunia telah berlalu dan kau harus menghadapi dunia tanpa diriku
Apakah cinta yang kuberikan selama ini telah cukup untuk membuatmu bertahan?

Bila esok tak pernah tiba,
Maka katakanlah kepada orang yang kau cintai
Apa yang sedang kau pikir (rasa)kan
Bila esok tak pernah tiba.



nduk'NHA

Kamis, 25 Oktober 2012

Kejujuran

 “Apa pun yang harus dipertahankan dengan kebohongan tidak akan bertahan terhadap ujian waktu.
Mario Teguh -

Kejujuran...
Mudah melafalkannya tapi susahpayah melakukannya..
Jangan sampai kau harus berutang -maaf-..
bila kau awali dengan kebohongan,
jangan pernah mengakhirinya dengan kebohongan,
nanti kau akan bingung...
harus mengaku salah pada siapa :)

                                                                                                  

DOR!!!!
Sekedar update dear..
semoga senantiasa diberi keberkahan kalian semua..
terimakasih masih setia mengunjungi blog yang random ini...
Wassalam

Rabu, 24 Oktober 2012

Dari 1000 orang, 999 masuk neraka???

BISMILLAH..

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Allah berfirman: “Wahai Adam!” maka ia menjawab: “Labbaik wa sa’daik” kemudian Allah berfirman: “Keluarkanlah dari keturunanmu ahli neraka!” maka Adam bertanya: “Ya Rabb, apakah ahli neraka itu?” Allah berfirman: “Dari setiap 1000 orang, 999 di neraka dan hanya 1 orang yang masuk surga.” Maka ketika itu para sahabat yang mendengar bergemuruh membicarakan hal tersebut. Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah di antara kami yang menjadi satu orang tersebut?” Maka beliau bersabda: “Bergembiralah, karena kalian berada di d…alam dua umat, tidaklah umat tersebut berbaur dengan umat yang lain melainkan akan memperbanyaknya, yaitu Ya’juj dan Ma’juj. Pada lafaz yang lain: “Dan tidaklah posisi kalian di antara manusia melainkan seperti rambut putih di kulit sapi yang hitam, atau seperti rambut hitam di kulit sapi yang putih.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sebenarnya, bukan jaminan bahwa orang yg mengucapkan kalimat syahadat bisa masuk surga. Begitu juga bukan jaminan orang yang ‘mengaku’ Ahlus Sunnah atau Salafi bisa masuk surga. Karena sesungguhnya, masuk surganya seseorang itu tidak lain adalah karena Karunia dan Rahmat Allah semata, bukan karena amalan2 baiknya. Bisa jadi seseorang yg ‘mengaku’ Ahlus Sunnah atau Salafi dan byk beramal kebaikan tapi dimasukkan ke neraka oleh Allah, jika Allah menghendakinya, dan Allah tidak menerima amalan2nya serta tidak mengampuni dosa2nya. Sedangkan orang yang banyak dosa2 dan kemaksiatan atau kebid’ahan (selama yg dilakukannya bukan perbuatan syirik yg mengeluarkan dia dari agama) maka bisa saja Allah masukkan ke surga, jika Dia menghendaki, Dia mengampuni seluruh dosa2nya dan menerima amalan2nya. Bukankah para Salaf atau sahabat Nabi sudah dijamin surga oleh Allah, bahkan mereka diatas manhaj yg haq ini, lantas kenapa mereka semua tidak mengetahui dimana tempatnya di akhirat kelak, di surga atau di neraka? bahkan mereka selalu ketakutan sepanjang hidupnya jika tempatnya kelak adalah di neraka. Wallahu a’lam.
Hal itu sebagaimana ditegaskan Allah Subhanahu wa Ta’ala : “…Sekirannya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan yang keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan apa yang dikehendaki-Nya…” (QS. An Nur : 21).
“…dan mereka berkata : Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (jannah) ini, dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk..” (QS. Al A’raaf : 43). (Lihat kitab Aqidatu As Salaf Ashabul Hadits, oleh Syaikhul Islam Abu Isma’il ‘Abdurrahman bin Isma’il Ash Shabuni, dalam Bab “Engkau Tak Akan Dimasukkan Ke Dalam Jannah Hanya Karena Amal Perbuatanmu”, Edisi Terjemahan).
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tidak ada satu jiwapun dari kalian melainkan telah diketahui tempatnya, baik di surga atau di neraka.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, lalu untuk apa kita beramal? Mengapa kita tidak pasrah saja?” Beliau menjawab, “Tidak, tapi beramallah! Karena setiap orang telah dimudahkan kepada apa yang telah ditakdirkan untuknya.” (HR: Bukhari, (VII/212) dan Muslim, (VIII/47, no. 2647).
Hadits ini adalah sebagai dalil dari apa yang telah disebutkan tadi. Ia menunjukkan bahwa manusia itu diberi pilihan , yaitu berdasarkan sabdanya: “Beramallah!” Serta menunjukkan bahwa dalam pilihannya tersebut ia tidak keluar dari ketentuan Allah, berdasarkan sabdanya: “Karena setiap orang telah dimudahkan kepada apa yang ditakdirkan untuknya.” (Lihat kitab Al Iman bil Qadha’ wal Qadar, oleh Muhammad bin Ibrahim al Hamd).
Mereka (Ahlu Sunah wal Jama’ah) meyakini bahwa Surga tidak wajib untuk seseorang meskipun amalnya baik, kecuali jika Allah meliputinya dengan karunia-Nya lalu ia memasukinya dengan rahmat-Nya. (Lihat Surat An Nur : 21 diatas).
Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tidak ada seorangpun yang dimasukkan ke dalam surga oleh amalnya.” Ditanyakan, “Tidak juga engkau, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Tidak juga aku, kecuali Rabb-ku meliputiku dengan rahmat-Nya.” (HR: Muslim no. 2816 (72), Shahih al Bukhari no. 5673 dan takhrij Syaikh al Albani dalam ash Shahiihah no. 2602).
Ahlu Sunah tidak memastikan adzab bagi setiap orang yang memperoleh ancaman –selain perkara yang menyebabkan kufur-. Karena mungkin Allah akan mengampuninya dengan sebab ketaatan-ketaatan yang dilakukannya, dengan taubat atau musibah-musiba…h dan penyakit-penyakit yang bisa menghapuskan dosa-dosa. Allah Ta’ala berfirman: “Katakanlah, ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53).
Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ketika seseorang berjalan di suatu jalan, ia menjumpai ranting berduri di atas jalanan lalu ia menyingkirkannya, maka Allah memujinya lalu mengampuninya.” (HR: Bukhari).
(Lihat kitab Al Wajiz fii ‘Aqidatis Salafish Shalih Ahlis Sunnah wal Jama’ah, oleh Abdullah bin ‘Abdil Hamid al Atsari).
Dalam kitab ‘Aqidah Ath Thahawiyah Syarah wa Ta’liq, oleh Muhammad Nashiruddin Al Albani, di point ke 59 disebutkan: “Kita berharap kepada Allah mengampuni dosa orang-orang mukmin yang berbuat baik dan memasukkan mereka ke dalam surga dengan rahmat-Nya. Kita tidak beranggapan bahwa mereka aman dari siksa Allah, dan kita juga tidak bisa memastikan bahwa mereka pasti masuk surga. Kita memohonkan ampun bagi orang-orang Islam yang melakukan dosa dan kita juga mengkhawatirkan diri mereka akan tertimpa adzab. Namun kita tidak berputus asa untuk meminta ampunan Allah untuk mereka.” Syarah: Salah seorang pemberi syarah kitab ini, Ibnu Mani’ berkata, “Ketahuilah, yang menjadi ketetapan Ahlu Sunnah wal Jama’ah adalah bahwa mereka tidak bisa memastikan seorang pun diantara kaum muslimin masuk surga atau masuk neraka, kecuali orang-orang yang telah mendapat jaminan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.Akan tetapi Ahlu Sunnah wal Jama’ah berharap agar orang-orang yang melakukan kebaikan (mendapatkan surga) dan orang-orang yang melakukan kejelekan (tidak masuk neraka). Dengan adanya ketetapan diatas, kita tahu, tatkala ada seorang alim, pemimpin, raja, atau yang lainnya berkata tentang seseorang, “Dia diampuni atau dia penghuni surga.” Lalu dipahami oleh kebanyakan orang dia diampuni oleh Allah, tidak diragukan lagi itu adalah berkata atas nama Allah tanpa dasar ilmu. Mengatakan sesuatu atas nama Allah tanpa dasar ilmu serupa dengan tindak kesyirikan.
Point 60 : “Rasa aman dari Ancaman Allah dan berputus asa dari ampunan-Nya adalah dua perbuatan yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam. Sikap yang benar adalah tengah-tengah diantara kedua sikap tersebut.”
Point 68 : “Para pelaku dosa besar (dari kalangan umat Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam) berada dalam neraka, namun mereka tidak kekal di dalamnya. Bila mereka meninggal dalam keadaan bertauhid, sementara mereka tidak bertaubat dari perbuatan dosa-dosa besar hingga matinya, namun mereka dalam keadaan beriman, maka nasib mereka berada dalam kehendak dan kebijaksanaan Allah; jika Allah menghendaki, dengan kebijaksanaan-Nya Dia akan mengampuni dan memaafkan dosa mereka sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: ‘Dan Dia akan mengampuni dosa selain dosa syirik bagi siapa yang dikehendakinya.’ Bila Allah menghendaki, Dia akan mengadzab mereka di neraka sesuai keadilan-Nya. Kemudian Allah akan mengeluarkan mereka dari neraka karena sifat kasih-Nya dank arena adanya syafaat dari orang-orang yang taat, selanjutnnya memasukkan mereka kedalam surga. Hal itu karena Allah Ta’ala mencintai orang-orang yang mengenal-Nya. Dia tidak akan memperlakukan mereka di dunia dan di akhirat sebagaimana memperlakukan orang-orang yang tidak mengenal-Nya. Yaitu orang-orang yang tidak mau mengikuti petunjuk-Nya dan tidak mengharap kecintaan-Nya. Wahai Allah, Pemelihara dan Pemilik Islam, teguhkan kami dalam memeluk agama Islam sehingga kami bisa berjumpa dengan Engkau.”
Point 70 : “Kita tidak boleh memastikan seseorang dari mereka masuk surga atau masuk neraka. Kita juga tidak boleh menetapkan seseorang itu kafir, musyrik atau munafik sebelum kita melihat adanya bukti yang jelas. Kita memasrahkan masalah isi hati mereka kepada Allah Ta’ala.”
(Lihat Kitab ‘Aqidah Ath Thahawiyah Syarah wa Ta’liq, oleh Muhammad Nashiruddin Al Albani).
Sumber: http://gizanherbal.wordpress.com/2011/06/02/perbandingan-penghuni-neraka-dengan-penghuni-surga-adalah-1000-1/

nduk'NHA

Rabu, 17 Oktober 2012

Misunderstood,


 
Bismillah..
Hallo Dear,
Rasanya senang banget bisa nulis lagi..
setelah menghadapi rasa malas mengunjungi Dasbor :D *dijitak pengunjung blog

Well..
Setelah adegan dramatik "pertamakalinya" dalam hidup yang terjadi kemaren dulu, 
kehidupan saya berubah drastis...
Bagi yang belum tahu, Senin kemaren entah mengapa saya pingsan untuk pertamakalinya.
MoM kembali seperti dulu, setiap jam menanyakan 'apakah kamu sudah makan dan minum vitamin?', 
Saya beruntung, laptop dan HP tetap pada tempatnya...
apakah saya sakit? tidak, saya hanya tidak disiplin sama pola makan, ditambah aktivitas saya yang bertambah padat dua minggu terakhir ini, semua itu terasa masuk akal...
Tenang saja, saya masih Nha yang dulu...
Kalian masih akan menemui Nha yang akan begadang membaca, menulis, murajaah atau online semalaman :D (hehehe)
Kali ini Nha hanya ingin berbagi sedikit...
Kalian tau kutipan berikut?

Made a wrong turn, once or twice
Dug my way out, blood and fire
Bad decisions, that’s alright
Welcome to my silly life
Mistreated, misplaced, misunderstood
Miss ‘No way, it’s all good’, it didn’t slow me down
Mistaken, always second guessing, underestimated
Look, I’m still around

 

Ya, benar. ini adalah penggalan lirik sebuah lagu berjudul Fuckin Perfect yang dinyanyikan sama PINK.
Pertama kali dengar lagu ini sih, versinyaKurt sama Blane nya Glee, hehehe...
Well, ini lagu lumayan cocok sama hal yang bakal Nha bahas :)

Terkadang, saat kita berinteraksi dengan banyak orang, seringkali kita salah bertindak, salah bersikap, dan hal itu dilakukan dengan tidak sengaja. Bukan, ini bukan pembelaan, tapi ini kenyataannya.
Nha selalu bilang, salah benar itu relatif. mengapa? karena semua nilai salah atau benar itu, kadang tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Menurut kita benar, belum tentu orang menilainya sama seperti apa yang kita harapkan. Jadinya? SALAH FAHAM...

Sebelum kita bereaksi terhadap sesuatu, mungkin ada baiknya kita mencari "sebab"... bukan untuk dijadikan alasan, pembelaan, atau pembenaran, tetapi lebih kepada agar kita "Adil" saat bereaksi. Tundalah amarah, singkirkanlah prasangka, Ini akan membantu agar kita lebih bijak saat bersikap.

Teman2 masih ingat postingan nha beberapa saat yang lalu? Yang membuat kita hidup dengan nyaman adalah saat kita mampu berpikir positive dalam saat apapun... Nha percaya, saat semua orang mampu berpikir positive dalam menghadapi segalanya... pasti gak ada lagi yang namanya salahfaham di dunia ini...

Guyz...
percaya deh, menjadi orang yang terus menerus disalahfahami itu sangat melelahkan...
status BBM saya hari ini " Don't You get Tired to Be Frequently misunderstood?"..
Semoga kita mampu melihat lebih dari apa yang nampak dan mendengar jauh dari apa yang tersiar.. agar kita tak pernah salah faham atau disalahfahami oleh siapapun juga.. :')
and The last... Nha Mohon Maaf untuk semua salah dan khilaf yang mungkin saja karena salah faham atau disalahfahami :')  

nduk'NHA

Sabtu, 13 Oktober 2012

MUAK

Kepada Segenap makhluk verbal di jagad raya :


visual fisik menjadi syarat mutlak untuk kalian


sekalipun otak ditinggalkan di rumah


berbagai syarat kalian gaungkan


sehingga hidung-hidung pemilik modal


dengan tajamnya mencium peluang


dibangunlah hegemoni-hegemoni penipu


cantik adalah segala


rona merah wajah muluslah yang akan meraja


apa kabar tampilan biasa nan sederhana?


sudah matikah ditikam hasrat membuncah?


lalu, siapa yang berdiri paling depan mengkritik


bahwa Hawa kini jadi komoditi ?

coba tanya cermin


siapa yang menginginkan kulit mulus putih berdiri di 

sampingnya?  

 

sajakpagi-Fitriyalam

nduk'NHA

 

Erna Cahaya Template by Ipietoon Cute Blog Design