Selasa, 15 Agustus 2017

Kurikulum VS Pendidikan Berbasis Fitrah

Bismillah,

Sesuai janji saya di postingan sebelumnya, Kali ini saya akan membagikan sedikit informasi yang saya dapat dengan menguping materi dari Ustadz Ferous saat mengikuti Parenthood Education Series.

Materi yang disampaikan adalah mengenai kurikulum dan pendidikan berbasi fitrah.

Sebagai seorang yang lulus dari Fakultas keguruan dan ilmu pendidikan, mendengar kata kurikulum tidak asing bagi saya. Berbicara tentang kurikulum berarti berbicara tentang sistem pendidikan. Karena setiap kurikulum pasti berhubungan langsung dengan tujuan sistem pendidikannya.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003, pengertian kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (wikipedia).

Yang saya garis bawahi disini adalah 'tujuan penddikan nasional'. Jika kurikulum itu dirancang untuk memenuhi tujuan nasional tersebut yang dalam bahasa lain hal tersebut merupakan 'penyeragaman tujuan pendidikan' maka kita pantas untuk melihat apa tujuan nasional tersebut?

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.(wikipedia)

Pertanyaannya saat ini adalah, apakah kurikulum tersebut dalam pelaksanaannya sudah tepat dengan tujuan tersebut?

Setiap anak adalah unik. setiap anak memiliki potensi, bakat, dan keahlian yang berbeda. Ada anak yang jago matematika tapi tidak pandai berbahasa. Ada anak yang luar biasa kemampuan seninya tapi sulit untuk menghitung angka. Mengutip tujuan nasional tadi yakni mengembangkan "potensi" peserta didik, timbul pertanyaan pertama, apakah kurikulum yang digunakan saat ini sudah melakukan itu?

Berbicara tentang potensi anak berarti berbicara tentang fitrah. mendengar kata fitrah mengingatkan saya akan sebuah hadits yang berbunyi:

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.”

Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa setiap anak memiliki fitrah yang ia bawa sejak lahir, lalu kedua orangtuanya lah yang mengarahkan mereka menjadikan seperti yang mereka inginkan. Walaupun hadits ini berbicara tentang fitrah keimanan tapi hal ini dapat juga dijadikan referensi bahwa setiap anak memiliki pembawaan masing-masing dan lingkungan lah yang mempengaruhi tumbuh kembang Fitrah tersebut

Lalu timbullah pertanyaan kedua, Apakah Kurikulum dapat mempengaruhi perkembangan fitrah anak

Mari kita mencoba menjawab pertanyaan tersebut bersama-sama.

Ustad Ferous mengatakan bahwa Kurikulum seharusnya berjalan beriringan dengan pendidikan fitrah anak. Kurikulum tidak boleh mengintervensi fitrah sehingga mengganggu pertumbuhannya. Dapatkah kurikulum mengganggu pertumbuhan fitrah anak? Tentu saja bisa.

Contohnya, Tumbuh kembang anak diantaranya terdapat perkembangan motorik, perkembangan kognitif, dan perkembangan komunikasi. Jika kurikulum mengabaikan hal ini maka kurikulum tersebut telah mendistorsi pertumbuhan fitrah.

Setiap anak usia PAUD atau TK sedang berkembang motorik kasar dan motorik halusnya. dalam tahap ini anak harus banyak melakukan aktifitas untuk merangsang pertumbuhan motorik tersebut. Tetapi kurikulum tidak memfasilitasi hal ini. Di PAUD dan TK kegiatan fisik (bermain) mulai minim, digantikan dengan kegiatan mengenalkan huruf (membaca) dan mengenal angka (berhitung). hal ini membuat perkembangan motoriknya terhambat. Hal ini lah yang disebut kurikulum mendistorsi Fitrah anak.

Berangkat dari contoh tadi,  dapat kita simpulkan bahwa Kurikulum menganggap yang tidak berkaitan dengan kognitif bukanlah termasuk dalam pendidikan. Maka hal-hal yang berkaitan dengan fitrah anak pun diabaikan. Padahal setiap kemampuan kognitif harus diimbangi dengan tumbuh kembang fitrah anak.

Perlu menjadi perhatian kita bahwa pendidikan sejatinya tidaklah hanya di sekolah. Melainkan di rumah pun harus ada pendidikan pula. Saat di sekolah ananda belajar akademik yakni kurikulum yang berstruktur. Sedangkan saat di rumah ananda belajar kurikulum yang tidak terstruktur. Apa itu? Akhlak misalnya. Nilai-nilai kesopanan, adab, yang tentunya orangtua adalah pengajarnya. Dengan melaksanakan hal ini besar harapan akan ada keseimbangan antara kurikulum dan pendidikan fitrah anak.

nduk'NHA

0 komentar:

Posting Komentar

 

Erna Cahaya Template by Ipietoon Cute Blog Design